Minggu, 30 Juni 2013

RIWAYAT POLUTAN (FATE OF POLLUTANT)


RIWAYAT POLUTAN (FATE OF POLLUTANT)

Oleh :   Moch Machtino A. Mahale


BAB I
PENDAHULUAN

Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lngkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfingsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982). Sedangkan polutan adalah Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan baik (Pencemaran Udara, Tanah, Air, dsb)
Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh alam (misal gunung meletus, gas beracun). Ilmu lingkungan biasanya membahas pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yang dapat dicegah dan dikendalikan.
Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran di sebut polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makluk hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat memberikan efek merusak. Suatu zat dapat disebut polutan apabila : (1) Jumlahnya melebihi jumlah normal, (2) Berada pada waktu yang tidak tepat. (3) Berada di tempat yang tidak tepat.
Sifat polutan adalah : (1) Merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zat lingkungan tidak merusak lagi.(2) Merusak dalam waktu lama. Contohnya Pb tidak merusak bila konsentrasinya rendah. Akan tetapi dalam jangka waktu yang lama, Pb dapat terakumulasi dalam tubuh sampai tingkat yang merusak.

 Masuknya bahan-bahan yang bersifat toksik ke suatu ekosistem akuatik akan menimbulkan perubahan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup organisme yang ada di dalamnya. Perubahan ini juga mempengaruhi fungsi dan kegunaan air laut menjadi tidak sesuai lagi dengan peruntukan-nya. Air yang tercemar tidak lagi bisa digunakan untuk kehidupan karena tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan dan tidak bisa menjadi habitat
Biota akuatik yang aman. Bila konsentrasi polutan yang masuk terus bertambah maka akan terjadi biokonsentrasi yaitu peningkatan konsentrasi suatu polutan dalam suatu ekosistem (ANONYM, 1993). Keberadaan polutan dalam suatu lingkungan akan sangat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup di dalamnya. Makalah ini bertujuan memberikan gambaran bagaimana proses polutan tersebut masuk ke dalam lingkungan dan dampak terhadap organisme didaerah pencemaran.




BAB II
                                                 PEMBAHASAN             

2.1. Tingkat Polutan
2.1.1. Macam – macam bahan pencemaran
Menurut macam bahan pencemarnya, pencemaran dibedakan menjdi berikut ini,
a. Pencemaran kimiawi : CO2 logam berat (Hg, Pb, As, Cd, Cr, Ni,) bahan radioaktif, pestisida, detergen, minyak, pupuk anorganik.
b. Pencemaran Biolagi : mikroorganisme seperti Escherichia coli, Entamoeba coli, Salmonella thyposa.
c. Pencemara fisik : logam, kaleng, botol, kaca, plastik, karet.
d. Pencemaran Suara : kebisingan.
2.1.2. Berdasarkan Tingkat Pencemaran
Menurut tingkat pencemarannya, pencemaran dibedakan menjadi sebagai berikut :
a.       Pencemaran ringan, yaitu pencemaran yang dimulai menimbulkan gangguan ekosistem lain.   Contohnya pencemaran gas kendaraan bermotor.
b.      Pencemaran kronis, yaitu pencemaran yang mengakibatkan penyakit kronis. Contohnya pencemaran Minamata, Jepang.
c.       Pencemaran akut, yaitu pencemaran yang dapat mematikan seketika.
Contohnya pencemaran gas CO dari knalpot yang mematikan orang di dalam mobil tertutup, dan pencemaran radioaktif.
2.1.3. Parameter Pencemaran Lingkungan
Untuk mengukur tingkat pencemaran diasuatu tempat digunakan parameter pencemaran. Parameterpencemaran digunakan sebagai indikator (petunjuk) terjadinya pencemaran dan tingkat pencemaran yang telah terjadi. Paarameter pencemaran meliputi parameter fisik, parameter kimia, dan parameter biologi.
1. Parameter Fisik
Parameter fisik meliputi pengukuran tentang warna, rasa, bau, suhu, kekeruhan, dan radioaktivitas.
2. Parameter Kimia
Parameter kimia dilakukan untuk mengetahui kadar CO2, pH, keasaman, kadar logam, dan logam berat. Sebagai contoh berikut disajukan pengukuran pH air, kadar CO2, dan oksigen terlarut.
a. Pengukuran pH air
Air sungai dalam kondisi alami yang belum tercemar memiliki rentangan pH 6,5 – 8,5. Karena pencemaran, pH air dapat menjadi lebih rendah dari 6,5 atau lebih tinggi dari 8,5. Bahan-bahan organik biasanya menyebabkan kondisi air menjadi lebih asam.
Kapurmenyebabkan kondisi air menjadi alkali (basa). jadi, perubahan pH air tergantung kepada macam bahan pencemarnya. Perubahan nilai pH mempunyai arti penting bagi kehidupan air. Nilai pH yang rendah (sangat asam) atau tinggi (sangat basa) tidak cocok untuk kehidupan kebanyakan organisme. Untuk setiap perubahan satu unit skala pH (dari 7 ke 6 atau dari 5 ke 4) dikatakan keasaman naik 10 kali. Jika terjadi sebaliknya, keasaman turun 10 kali. Keasaman air dapat diukur dengan sederhana yaitu dengan mencelupkan kertas lakmus ke dalam air untuk melihat perubahan warnanya. 
c. Pengukuran Kadar Oksigen Terlarut
Kadar oksigen terlarut dalam air yang alami berkisar 5 – 7 ppm (part per million atau satu per sejita; 1ml oksigen yang larut dalam 1 liter air dikatakan memiliki kadar oksigen 1 ppm). Penurunan kadar oksigen terlarut dapat disebabkan oleh tiga hal :
1.      Proses oksidasi (pembongkaran) bahan-bahan organik.
2.      Proses reduksi oleh zat-zat yang dihasilkan baktri anaerob dari dasar perairan.
3.      Proses pernapasan orgaisme yang hidup di dalam air, terutama pada malam hari.
Pencemaran air (terutama yang disebabkan oleh bahan pencemar organik) dapat mengurangi persediaan oksigen terlarut. hal ini akan mengancam kehidupan organisme yang hidup di dalam air. Semakin tercemar, kadar oksigen terlerut semakin mengecil. Untuk dapat mengukur kadar oksigen terlarut, dilakukan dengan metode Winkler.
Parameter kimia yang dilakukan melalui kegiatan pernapasan jasad renik dikenal sebagai parameter biokimia. contohnya adalah pengukuran BOD dab COD.
3.    Parameter Biologi
Di alam terdapat hewan-hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme yang peka dan ada pula yang tahan terhadap kondisi lingkungan tertentu. Organisme yang peka akan mati karena pencemaran dan organisme yang tahan akan tetap hidup. Siput air dan Planaria merupakan contoh hewan yang peka pencemaran. Sungai yang mengandung siput air dan planaria menunjukkan sungai tersebut belum mengalami pencemaran. Sebaliknya, cacing Tubifex (cacing merah) merupakan cacing yang tahan hidup dan bahkan berkembang baik di lingkungan yang kaya bahan organik,meskipun spesies hewan yang lain telah mati. Ini berarti keberadaab cacing tersebut dapat dijadikan indikator adanya pemcemaran zat organik. Organisme yang dapat dijadikan petunjuk pencemaran dikenal sebagai indikator biologis. dengan oksigen akhir (setelah 5 hari).
Indikator biologis terkadang lebih dapat dipercaya daripada indikator kimia. Pabrik yang membuang limbah ke sungai dapat mengaturpembuangan limbahnya ketika akan dikontrol oleh pihak yang berwenang. Pengukuran secara kimia pada limbah pabrik tersebut selalu menunjukkan tidak adanya pencemaran. Tetapi tidak demikian dengan makluk hidup yang menghuni ekosistem air secara terus menerus. Disungai itu terdapat hewan-hewan, mikroorganisme, bentos, mikroinvertebrata, ganggang, yang dapat dijadikan indikator biologis.
2.2. Laju Polutan dalam ekosistem laut
Polutan dapat masuk ke suatu lingkungan dengan berbagai cara. Misalnya unsur logam yang dapat masuk secara alami karena sudah berada di bumi, batuan dan tanah secara alamiah kemudian masuk ke lingkungan laut melalui hujan dan erosi. Sumber lainnya adalah melalui buangan industri, limbah rumah tangga, pertanian. Laut sering dijadikan sebagai lokasi pembuangan akhir dari berbagai sisa aktivitas manusia di daratan. Banyak sumber polutan pencemar lingkungan akuatik, salah satunya adalah logam, yang kini banyak dipakai dalam proses industri dan dipakai oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti kosmetik, bahan bakar dan lainnya. Limbah tersebut mengandung bahan kimia yang bersifat toksik terhadap biota perairan misalnya mengandung logam berat dan pestisida. Keadaan ini menyebabkan kondisi lingkungan tidak sesuai lagi dengan peruntukannya, yang pada gilirannya akan berpengaruh pula terhadap sumberdaya hayati perairan. Selain itu pencemaran yang terjadi akan berdampak bagi manusia sebagai pengguna sumberdaya laut.

Gambar 1. Masuknya polutan kedalam ekosistem aquatik dan respon yang terjadi pada tingkat orgnisme populasi dan komunitas



Gambar 1 memperlihatkan pengaruh masuknya suatu  polutan ke dalam ekosistem laut. Polutan dapat masuk ke air dan sedimen dan dapat mempengaruhi rantai makanan. Respon yang timbul akan bermacam-macam, dari tingkat organisme contohnya adalah efek psikologis, patologis, penurunan kondisi lingkungan, pertumbuhan, fekunditas dan ketahanan hidup. Pada tingkat populasi dapat menimbulkan penurunan kelimpahan dan reproduksi dan pada tingkat komunitas, dapat menimbulkan penurunan keanekaragaman dan kepadatan serta perubahan struktur tropik (ANONYM, 1998). Jadi, masuknya suatu polutan akan membawa dampak yang luas mulai dari tingkat organisme sampai tingkat komunitas bahkan bisa meluas sampai ekosistem.
Secara umum tahap respon yang terjadi pada sistem aquatik meliputi tahap-tahap yatiu biokensentrasi, bioakumlasi, dan biomagnifikasi. Penggunanaa pestisida seperti DDT, endrin, dan dieldrin sangat berbahaya atau beracun, karena Pestisida mengandung berbagai senyawa kimia yang dapat menggangu kestabilan komposisi kimia tanah. Pestisida yang banyak digunakan sekarang adalah dari golongan hidrokarbon berklor. Pestisida ini mempunyai efek menahun atau bioakumulatif dan sulit terurai.
Yang dimaksud bahan-bahan beracun disini adalah semua senyawa, unsur maupun ion-ion yang secara langsung dalam jumlah tertentu dapat berakibat mematikan bagi organisme hidup pada semua tingkatan tropik. Digolongkan dalam kelompok ini adalah pestisida dan limbah industri. Pestisida dan limbah industri yang masuk ke dalam ekosistem perairan akan mengalami biokonsentrasi, bioakumulasi dan biomagnifikasi.
Biokonsentrasi, bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam proses bahan pencemar dalam biota laut prosesnya dinamik, dimana banyak berkaitan dengan variabel-variabel. Sebagai contoh potensi biokensentrasi, bioakumulasi, dan biomagnifikasi dalam organisme dan jaringan makanan bergantung pada banyaknya bahan pencemar (misalnya : hydropobik, lipid, resistensi terhadap degradasi),  faktor lingkungan (misalnya :salinitas, suhu, konsentrasi bahan organik), faktor biotik (misalnya : pakan, konsentrasi lipid, dan metabolisme), bioavailability (mislnya : masukan bahan kimia, proses mekanisme, tingkat kontaminasi) (Konasewich et al. 1982, Malins et al. 1982, Shin and Lam 2001, Gobas et al. 1999, Morrison et al.1996, and Lee et al. 2000).

2.3. Biokonsentrasi, Bioakumulasi dan Biogmagnifikasi
Tingkat polutan untuk tersebar, atau menyimpan  tergantung kondisi lingkungan. Keadaan tersebut sangat mempengaruhi kondisi ekologi. Istilah biokonsentrasi, bioakumulasi, dan biomagnifikasi sering digunakan  dalam menggambarkan keadaaan polutan dilingkungan (Lasut dan Lumingas 1999, Lasut dan Kumurur 2001a).
Sangat penting untuk memahami mekanisme dari biokonsentrasi, bioakumulasi, biomagnefikasi sebagai proses bahan bahan pencemar yang beracun. Bagaimanapun juga penjelasan dari mekanisme dari proses tersebut menjadi isu-isu perdebatan dan sampai sekarang ini belum terpecahkan. Biokonsentrasi adalah masuknya bahan pencemar melalui organisme melaui jaringan epithelial atau insang akibat dari peningkatan konsentrasi (Konasewich et al. 1982 and Gobas et al. 1999), bioakumulasi adalah suatu proses dimana pencemaran yang masuk dalam organisme melalui tingkat rantai makanan (Gobas et al. 1999), dan biomagnifikasi adalah proses penyerapan bahan pencemaran akibat dari tingkat konsentrasi yang melebihi keseimbangan linkungan (Gobas et al. 1999).
2.3.1. Biokensentrasi dan Bioakumulasi
Biokonsentrasi merupakan kondisi peningkatan konsentrasi polutan di lingkungan. Biasanya kadar polutan akan di atas kadar normal yang diperbolehkan. Organisme yang mengalami pemaparan bahan toksik terus menerus akan mengalami bioakumulasi. Bioakumulasi merupakan suatu proses dimana substansi kimia mempengaruhi makhluk hidup dan ditandai dengan peningkatan konsentrasi bahan kimia di tubuh organisme dibandingkan dengan konsentrasi bahan kimia itu di lingkungan.
 Karena penyerapan bahan kimia ini lebih cepat daripada proses metabolisme dan ekskresi tubuh organisme, maka bahan-bahan kimia ini akan terakumulasi di dalam tubuh (Anonym, 1993). Menurut Mader (1996), bioakumulasi merupakan peningkatan konsentrasi polutan yang diikuti perpindahan dari lingkungan ke organisme pertama pada rantai makanan. Anonym (1993) menyatakan bahwa proses bioakumulasi melibatkan tahap-tahap antara lain:
1.      Pengambilan (Uptake), yaitu masuknya bahan-bahan kimia (melalui pernafasan, atau adsorbsi melalui kulit, pada ikan biasanya dapat melalui insang); Proses penyerapan bahan kimia ke dalam tubuh organisme melalui sel umumnya melibatkan proses difusi, yaitu proses perpindahan dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Kemampuan bahan kimia untuk berpindah tempat itu disebut potensial kimia. Banyak faktor yang mempengaruhi potensial kimia dari suatu bahan diantaranya adalah kelarutan bahan tersebut dalam air. Ada bahan yang bersifat mudah larut dalam air disebut lipofobik/ hidrofilik dan ada yang sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak disebut lipofilik/hidrofobik. Bahan yang lipofilik akan dengan mudah terserap masuk ke dalam sel suatu oganisme karena ada kesamaan sifat lingkungan dengan sel sehingga dapat dengan mudah menembus lapisan lemak pada membran sel. Bahan yang hidrofilik umumnya mempunyai peluang yang kecil untuk terbioakumulasi karena mengalami kesulitan melewati membran sel. Pada sedimen sungai dan danau terdapat bentuk asosiasi antara partikel organik-anorganik dengan organisme. Polutan organik dapat diadsorbsi oleh partikel sedimen, sehingga membatasi mobilitas polutan dan availibilitas terhadap organisme akuatik. Namun, keberadaan polutan dalam sedimen memungkinkan terambilnya polutan tersebut oleh organisme benthik tertentu, misalnya makroinvertebrata benthik (grazer), yang menggunakan partikel sedimen (organik) sebagai sumber makanannya. Selain itu, organisme benthik yang bersifat filter feeder (bivalvia), memungkinkan berinteraksi langsung dengan polutan.
2.      Penyimpanan (Storage), yaitu penyimpanan sementara di jaringan tubuh atau organ. Kadar bahan kimia ini akan terus bertambah di dalam tubuh organisme dan bila kadarnya sampai melebihi kadar bahan tersebut di lingkungan (air atau udara) maka proses bioakumulasi telah terjadi.
Faktor yang sama seperti stabilitas kimia, potensial kimia, sifat kelarutan bahan juga berpengaruh pada penyerapan di dalam tubuh organisme. Beberapa bahan kimia akan dengan mudah berikatan dengan protein atau dapat juga terlarut dalam lemak. Jika bahan kima yang masuk ke dalam tubuh hanya sedikit atau proses penyerapan hanya bersifat sementara, bahan kimia tidak terikat kuat di dalam sel dan dapat dieliminasi oleh tubuh. Walaupun demikian ada beberapa perkecualian untuk jenis logam berat seperti merkuri (Hg), copper (Cu), cadmium (Cd), kobalt (Co) dan timbal (Pb), walaupun bersifat hidrofilik tetapi mereka dapat terikat erat dengan tempat-tempat tertentu dalam tubuh sehingga
3.      Eliminasi, dapat berupa pemecahan bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana, dapat dilakukan dengan proses biologik disebut metabolisme .
Bioakumulasi sebenarnya merupakan proses yang esensial dan normal untuk proses pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh bagi semua makhluk hidup. Tanpa proses ini, tubuh tidak akan dapat menyimpan unsur-unsur yang diperlukan. Organisme melakukan bioakumulasi nutrien-nutrien penting seperti vitamin A, K dan D, unsur mineral, asam lemak esensial dan asam amino (ANONYM, 1993). Yang menjadi perhatian untuk para ekotoksikologis adalah berapa kadar bioakumulasi bahan kimia yang membahayakan tubuh. Ketika suatu bahan kimia masuk ke dalam tubuh dan terdistribusi, maka bahan tersebut dapat diekskresikan, disimpan atau dimetabolisme oleh tubuh tergantung konsentrasi dan potensial kimia dari bahan tersebut. Pada umumnya bahan-bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh organisme akan dipecah dan diekskresikan. Proses pemecahan bahan-bahan kimia secara biologi disebut metabolisme. Kemampuan ini tergantung dari jenis organisme juga tergantung pada karakteristik dari bahan kimianya. Bahan kimia yang lipofilik akan lebih lambat dieliminasi daripada yang hidrofilik. Tetapi ada beberapa perkecualian untuk insektisida diantaranya Pyretin yaitu insektisida alami yang berasal dari tanaman chrysanthemum yang bersifat lipofilik (mudah larut dalam lemak), tetapi dapat dengan mudah terdegradasi dan tidak terakumulasi. Chloropyrifos, bersifat hidrofilik tetapi sulit terdegradasi, dan cenderung untuk terakumulasi. Faktor lain yang mempengaruhi bioakumulasi adalah lamanya terpapar bahan kimia tersebut. Jadi bioakumulasi bervariasi pada setiap individu dan jenis biota tergantung ukuran, umur, laju metabolisme dan laju ekskresinya.
Dalam mengungkap kasus kejahatan/pencemaran lingkungan, toksikologi forensik digunakan untuk memahami perilaku pencemar, mengapa dapat bersifat toksik terhadap biota dan manusia, dan sejauhmana risikonya, serta mengidentifikasi sumber dan waktu pelepasan suatu bahan pencemar. Kemudian dilakukan pengujian yang sistematik terhadap informasi lingkungan antara lain untuk menentukan sumber pencemaran bahan kimia, waktu pelepasan ke lingkungan, distibusi spatial suatu peristiwa pencemaran, hubungan paparan dengan dosis dan respon/efek toksik. Serta mencakup semua aspek pencemaran dan kontaminasi baik di udara, air, tanah dan biota.
Toksikologi forensik, adalah penerapan Toksikologi untuk membantu investigasi medikolegal dalam kasus kematian, keracunan maupun penggunaan obat-obatan. Dalam hal ini, toksikologi mencakup pula disiplin ilmu lain seperti kimia analitik, farmakologi, biokimia dan kimia kedokteran. Yang menjadi perhatian utama dalam toksikologi forensik bukanlah keluaran aspek hukum dari investigasi secara toksikologi, namun mengenai teknologi dan teknik dalam memperoleh serta menginterpretasi hasil seperti: pemahaman perilaku zat, sumber penyebab keracunan/pencemaran, metode pengambilan sampel dan metode analisa, interpretasi data terkait dengan gejala/efek atau dampak yang timbul serta bukti-bukti lainnya yang tersedia.
Zat toksik dapat berada dalam bentuk fisik (seperti radiasi), kimiawi (seperti arsen, sianida) maupun biologis (bisa ular). Juga terdapat dalam beragam wujud (cair, padat, gas). Beberapa zat toksik mudah diidentifikasi dari gejala yang ditimbulkannya, dan banyak zat toksik cenderung menyamarkan diri.
Tabel 1. Contoh zat-zat toksik dan gejalanya.           

Zat Toksik
Gejala
Asam (nitrat, hidroklorat, sulfat)
Luka bakar pada kulit, mulut, hidung, membran
mukosa
Anilin
Kulit muka dan leher menghitam (gelap)
Arsen
Diare parah
Atropin
Pelebaran pupil mata
Basa (kalium, hidroksida)
Luka bakar pada kulit, mulut, hidung, membran
mukosa
Asam karbolat (atau fenol lainnya)
Bau desinfektan
Karbon monoksida
Kulit berwarna merah terang
Sianida
Kematian cepat, kulit memerah
Keracunan makanan
Muntah, nyeri perut
Senyawa logam
Diare, muntah, nyeri perut
Nikotin
Kejang
Asam oksalat
Bau bawang putih
Natrium fluorida
Kejang
Striknin
Kejang, muka dan leher menghitam (gelap)



Sulit untuk mengkategorisasi suatu bahan kimia sebagai aman atau beracun. Tidak mudah untuk membedakan apakah suatu zat beracun atau tidak. Prinsip kunci dalam toksikologi ialah hubungan dosis-respon/Efek. Kontak zat toksik (paparan) terhadaporganisme/tubuh dapat melalui jalur tertelan (ingesti), terhirup (inhalasi) atau terabsorpsi melalui kulit. Zat toksik umumnya memasuki organisme/tubuh dalam dosis tunggal dan besar (akut), atau dosis rendah namun terakumulasi hingga jangka waktu tertentu (kronis).


                         Gambar 2. Paparan zat toksik langsung dan tidak langsung dilingkungan

Seperti halnya bioakumlasi Logam berat timbal (Pb) dan seng (Zn) pada karang darah (Anadara granosa L. ) dan karang bakau (Polymesoda benganlensis L.) di Teluk Perairan Teluk Kendari.
Dimana perkembangan  wilayah pesisir Teluk Kendari cukup pesat dengan berbagai macam aktivitas baik berupa jasa kelautan seperti pelabuhan untuk pelayaran dan perikanan maupun kegiatan-kegiatan di sekitar pantai seperti pemukiman, industri, usaha dan pertambakan. Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan kerang darah (Anadara. granosa) dan kerang bakau (Polymesoda bengalensis), maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia.
            Logam berat yang terdapat di perairan Teluk Kendari dapat berasal dari limbah domestik, industri perikanan, pertanian dan kegiatan transportasi laut serta berasal dari aktifitas perkotaan lainnya yang semakin meningkat di sekitar perairan tersebut. Logam berat yang ada dalam badan perairan akan mengalami proses pengendapan dan terakumulasi dalam sedimen, kemudian terakumulasi dalam tubuh biota laut yang ada dalam perairan (termasuk kerang yang bersifat sessil dan sebagai bioindikator) baik melalui insang maupun melalui rantai makanan dan akhirnya akan sampai pada manusia.
Setelah dilakukan penelitian didapati hasil rata-rata kandungan logam Pb dan Zn dalam air dan sedimen pada setiap titik pengambilan sampel diteluk Kendari dapat dilihat pada tabel berikut :




Kadar Timbal (Pb) pada air di titik pengambilan kerang darah (A. granosa) cenderung lebih tinggi dibandingkan di titik pengambilan kerang bakau (P. bengalensis). Hal ini kemungkinan disebabkan posisi/letak masing-masing lokasi dengan aktivitas pembuangan limbah yang menghasilkan logam berat Timbal (Pb). Titik pengambilan kerang darah berada lebih dekat dengan kegiatan yang bersumber dari industri seperti industri perikanan (PT. Samudra Indonesia, PT Perken, PT Jayanti group), pelabuhan (aktivitas bongkar muat barang dan arus transportasi laut) serta PT Pertamina yang diduga banyak menghasilkan limbah mengandung Timbal (Pb).
 Berdasarkan Tabel 1, memperlihatkan bahwa kandungan Timbal (Pb) dan Seng (Zn) dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air. Tingginya kadar Pb dan Zn dalam sedimen dibandingkan dalam air menunjukkan terjadinya akumulasi logam Pb dan Zn pada sedimen sehingga terjadi penumpukan di dasar perairan. Sedangkan pada air laut, logam Pb dan Zn masih bisa bergerak bebas akibat pengaruh arus, pasang surut dan gelombang sehingga terjadinya pengenceran. Menurut Hutagalung (1991), logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air.
Pernyataan ini serupa dengan yang dikemukakan oleh Harahap (1991) bahwa logam berat memiliki sifat yang mudah mengikat dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa seiring dengan berjalannya waktu maka logam Pb dan Zn ini juga akan terakumulasi di dalam tubuh biota (kerang) yang hidup dan mencari makan di dalamnya.
2.3.2. Biomagnifikasi
Bioakumulasi mengacu pada bagaimana suatu polutan memasuki rantai makanan sedangkan biomagnifikasi mengacu pada kecenderungan polutan untuk ter-konsentrasi dan berpindah dari satu tingkat trofik ke tingkat berikutnya. Senyawa polutan penyebab biomagnifikasi umumnya bersifat mobile (mudah berpindah), long-lived (berumur panjang), larut lemak dan bersifat aktif secara biologis (MADER, 1996). Jika polutan berumur pendek maka polutan akan dipecah sebelum menjadi berbahaya; jika polutan tidak mobile, maka polutan akan menetap di satu tempat dan organisme yang terpengaruh hanya dalam kisaran geografi sempit; jika polutan larut dalam air, maka polutan akan diekskresikan oleh organisme sedangkan polutan yang larut dalam lemak akan dapat bertahan di tempat-tempat penyimpanan lemak dalam waktu yang cukup lama (MADER, 1996). Keberadaan atau lama waktu suatu polutan dalam suatu rantai makanan juga sangat tergantung dari waktu paruh dan bio-availibilitas senyawa polutan tersebut dalam organisme. Polutan lipofilik, misalnya PAHs, tidak menunjukkan keberadaan dalam jangka waktu yang lama dan menyebabkan terjadinya biomagnifikasi, dalam suatu rantai makanan (WALKER et at., 1996). Hal ini disebabkan waktu paruh senyawa tersebut yang relatif singkat. Beberapa invertebrata pada tingkat trofik yang rendah (misal Mytilus edulis), mempunyai kemampuan yang rendah dalam melakukan metabolisme terhadap PAHs, sehingga PAHs terakumulasi dalam kadar yang rendah (WALKER et ah, 1996).
Jika bioakumulasi ini terus berlanjut maka dapat terjadi biomagnifikasi. Biomagnifikasi melibatkan rantai makanan sebagai penghubungnya. Pada biomagnifikasi, terlihat adanya peningkatan konsentrasi bahan kimia pada tiap tingkatan trofik, jadi semakin tinggi tingkatan trofiknya akan diikuti peningkatan kadar bahan kimia tersebut. Biomagnifikasi adalah kecenderungan peningkatan kadar bahan kimia seiring peningkatan level trofik pada jaring atau rantai makanan. Proses ini dimulai ketika produsen mengambil nutrien dari lingkungan sekitar untuk disintesis menjadi molekul kompleks yang berguna untuk proses biologis. Karena ketersediaan nutrien terbatas di lingkungan, tanaman umumnya menggunakan energinya untuk memompa secara aktif nutrien masuk ke dalam sel. Mereka kadang mengambil lebih dari yang dibutuhkan dan menyimpannya dalam jaringan. Akhirnya konsentrasi nutrien di dalam jaringan tanaman akan lebih tinggi daripada konsentrasi di lingkungan sekitar. Bahan-bahan kimia secara kimia bersifat sama dengan beberapa nutrien anorganik, mereka akan ikut diserap dan tersimpan di jaringan tubuh tanaman.
Mekanisme kontaminasi pada ikan yaitu mulai dari insang kemudian menuju sampai pada kulit ikan. Kontaminasi makanan atau partikel yang mengendap dalam air di serap dan menuju sistem pencernaan pada ikan. Efek dari racun tersebut berubah ubah menurut karakteristik dari masing-masing bahan yang terkontaminasi dan terakumulasi dalam sistem jaringan. Bagaimanapun juga secara umum merusak organ dan sistem.

                           Gambar 3.  Ilustrasi dari biokonsentrasi dan bioakumulasi

Langkah pertama dari proses biomagnifikasi adalah ketika konsentrasi kontaminan yang tersimpan pada tubuh tanaman (produsen) lebih tinggi daripada lingkungan sekitar. Tahap kedua terjadi ketika produsen dimakan oleh konsumen. Artinya, konsumen di atasnya akan mengkonsumsi sejumlah biomassa dari tingkat trofik di bawahnya. Jika biomassa mengandung kontaminan maka kontaminan akan diambil oleh konsumen. Padahal kontaminan dapat masuk tidak hanya yang diperoleh dari produsen tetapi juga dapat berasal dari penyerapan oleh tubuh organisme itu sendiri (ANONYM, 2003). Organisme pada tingkat trofik yang lebih tinggi, misalnya ikan, mempunyai kemampuan untuk mendetoksifikasi senyawa tersebut melalui mekanisme induksi enzim mono-oksigenase, sehingga kecenderungan terjadinya bio-magnifikasi pada tingkat trofik yang lebih tinggi, menjadi lebih kecil.
Gambar 4. Ilustrasi dari proses biomaknifikasi

 Beberapa zat bahan pencemaran yang mudah mempengaruhi dan merusak keseimbangan antara organisme dan ekosistem, antara lain adalah :
·         Metals (Al, As, Cd, Co, Cu, Fe, Hg, Ni, Pb, Se, Zn, etc.)
·         Pesticides (organophosphorus, etc.)
·         Halogenated compounds (chloral, brome, aromaticm compounds, etc.);
·         Halomethanes (chloroform, bromoform)
·         Dioxins (TCDD, PCDD, HCDD, OCDD)
·         Furans (TCDF, PCDF, HCDF, OCDF)
·         Polychlorobiphenyls (PCB)
·         Polybromobiphenyls (PBBs)
·         Chlorophenols (PCP)
·         Chlorinated naphthalenes (tetracloronaphthalen, etc.)
·         Polyaromatic Hydrocarbons (PAHs)
·         Nitrile compounds (acetonitrile, glyconitrile, etc.)
·         N-Nitroso compounds (nitrosamines, etc.).
Pada Industri mineral merupakan salah satu kepentingan ekonomi di seluruh dunia, dimana di dalamnya termasuk usaha pertambangan yang diharapkan berwawasan lingkungan sehingga dapat mengurangi potensi terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Secara global, ekonomi industri telah digunakan sebagai suatu sistem sumber daya terbuka melalui pemanfaatan bahan baku mineral dan energi; dengan pembuangan limbah berdampak pencemaran terhadap lingkungan. Tantangan yang dihadapi oleh komunitas global saat ini adalah membuat ekonomi industri lebih mengarah kepada sistem tertutup dengan sasaran: penghematan energi, mengurangi limbah, mencegah pencemaran, dan mengurangi biaya (UNO, 1995). Dua unsur penting yang perlu diperhatikan adalah:
1. Industri harus mencakup eko-efisiensi dalam mewujudkan pendekatan produksi lebih bersih; termasuk perolehan maksimum produk dari minimal bahan baku, rancangan produksi, teknologi pengolahan dengan meminimalisasi dampak lingkungan dan penanganan limbah untuk mencegah pencemaran lingkungan.
2. Limbah industri harus dianggap sebagai bahan baku berharga yang dapat diolah lebih lanjut atau dengan kata lain didaur ulang.
Tailing merupakan residu yang berasal dari sisa pengolahan bijih setelah target mineral utama dipisahkan dan biasanya terdiri atas beraneka ukuran butir, yaitu: fraksi berukuran pasir, lanau, dan lempung. Ketika tailing dibuang dalam bentuk bubur, fraksi pasir cenderung mengendap di sekitar titik pembuangan dan lumpur akan mengendap jauh dari titik pembuangan sebagai suspensi dalam waktu lama.
Secara umum pembuangan tailing dilakukan di lingkungan darat yaitu pada depresi topografi atau penampung buatan; sungai atau danau, dan laut. Tailing sering mengandung konsentrasi mineral berharga yang tidak memenuhi syarat untuk diambil pada saat ditambang, tetapi disimpan untuk penggunaan di masa mendatang.
Dari mineral-mineral tersebut, sulfida mempunyai sifat aktif secara kimiawi, dan apabila bersentuhan dengan udara akan mengalami oksidasi sehingga membentuk garamgaram bersifat asam dan aliran asam mengandung sejumlah logam beracun seperti As, Hg, Pb, dan Cd yang dapat mencemari dan merusak lingkungan.
Arsen (As)
Unsur ini merupakan salah satu hasil sampingandari proses pengolahan bijih logam non-besi terutama emas, yang mempunyai sifat sangat beracun dengan dampak merusak lingkungan Akibat merugikan dari arsen bagi kesehatan manusia adalah apabila terkandung >100 ppb dalam air minum; dengan gejala keracunan kronis berupa iritasi usus, kerusakan syaraf dan sel, kelainan kulit atau melanoma serta kanker usus. Ini terjadi di negara-negara yang memproduksi emas dan logam dasar di antaranya Afrika selatan, Zimbabwe, India, Thailand, Cina, Filipina, dan Meksiko.
Merkuri (Hg)
Mineralmineral yang mengandung merkuri (Hg) adalah sinabar, metasinabarit, kalomel, terlinguait, eglestonit, montroidit, dan merkuri murni. Merkuri (Hg) yang terbentuk sebagai fraksi halus, munsur jejak, dan ion seharusnya diwaspadai apabila terakumulasi dalam jumlah signifikan karena dapat berdampak merugikan bagi lingkungan hidup. Unsur mini telah dikenal sebagai bahan bersifat racun mematikan apabila:
1.      Terdapat dengan kandungan melebihi ambang batas dalam biji-bijian, binatang pemakan biji-bijian tersebut dan tubuh ikan yang berada dalam air tercemar merkuri. Kasus penimbunan senyawa merkuri oleh ikan karena binatang ini mengkonsumsi organisma planktonik mengandung ion-ion merkuri dalam air tercemar tersebut. Ikan atau jenis makanan apapun dengan kandungan > 0,5 ppm Hg harus dilarang dipasarkan dan termasuk air dengan kandungan < 1 mg Hg/dm3.
2.      Berupa senyawa metil-merkuri yang dihasilkan oleh proses metilasi dalam air sungai dan danau berpH rendah, yang berlangsung berkesinambungan atau sewaktu-waktu. Senyawa ini terbentuk karena melarutnya Hg2+ dari sedimen melalui pertukaran ion pada lingkungan air berkonsentrasi tinggi ion hidrogen dan kemudian meningkatnya sintesis metil-merkuri oleh mikro-organisma. Konsentrasi senyawa tersebut dalam organisma aquatik beraneka ragam karena tergantung kegiatan metabolisma dan rata-rata rentang hidup dari spesies organisma bersangkutan; sementara pada tubuh ikan mencapai 60–90% karena daya serapnya yang tinggi.
Merkuri (Hg) organik dari jenis metil-merkuri dapat memasuki placenta dan merusak janin pada wanita hamil, mengganggu saluran darah ke otak serta menyebabkan kerusakan otak. Sejumlah bayi menderita kerusakan otak serius, dipercaya dilahirkan oleh para ibu yang telah mengkonsumsi ikan tercemar merkuri. Di Irak, Guatemala, dan Pakistan terjadi kematian ribuan penduduk karena mengkonsumsi bijibijian yang telah tercemar metil-merkuri yang berasal dari pembasmi hama serangga.

Timbal (Pb)
Pb dalam batuan berada pada struktur silikat yang menggantikan unsur kalsium/Ca, dan baru dapatdiserap oleh tumbuhan ketika Pb dalam mineral utama terpisah oleh proses pelapukan. Pb di dalam tanah mempunyai kecenderungan terikat oleh bahan organik dan sering terkonsentrasi pada bagian atas tanah karena menyatu dengan tumbuhan, dan kemudian terakumulasi sebagai hasil pelapukan di dalam lapisan humus.
Mengacu kepada kejadian diatas, maka dispersi unsur Pb dapat juga terjadi akibat pembuangan tailing dari usaha pertambangan logam. Hal ini harus diwaspadai karena dapat mencemari lingkungan dengan akibat timbulnya berbagai penyakit berbahaya atau bahkan kematian. Dampak lebih jauh dari keracunan Pb adalah dapat menyebabkan hipertensi dan salah satu faktor penyebab penyakit hati. Ketika unsur ini mengikat kuat sejumlah molekul asam amino, haemoglobin, enzim, RNA, dan DNA; maka akan mengganggu saluran metabolik dalam tubuh. Keracunan Pb dapat juga mengakibatkan gangguan sintesis darah, hipertensi, hiperaktivitas, dan kerusakan otak.
Kadmium (Cd)
Kadmium merupakan hasil sampingan dari pengolahan bijih logam seng (Zn), yang digunakan sebagai pengganti seng. Unsur ini bersifat lentur, tahan terhadap tekanan, memiliki titik lebur rendah serta dapat dimanfaatkan untuk pencampur logam lain seperti nikel, perak, tembaga, dan besi.
Di Jepang telah terjadi keracunan oleh Cd, yang menyebabkan penyakit lumbago yang berlanjut ke arah kerusakan tulang dengan akibat melunak dan retaknya tulang (O’Neill, 1994). Organ tubuh yang menjadi sasaran keracunan Cd adalah ginjal dan hati, apabila kandungan mencapai 200 μg Cd/gram (berat basah) dalam cortex ginjal yang akan mengakibatkan kegagalan ginjal dan berakhir pada kematian. Korban terutama terjadi pada wanita pascamonopause yang kekurangan gizi, kekurangan vitamin D dan kalsium. Penimbunan Cd dalam tubuh mengalami peningkatan sesuai usia yaitu paruh-umur dalam tubuh pada kisaran 20 – 30 tahun.

Tabel 3. United Stated Enviromental Protection Agency (USEPA) untuk tingkat maksimum contaminasi pada logam berat terhadap konsentrasi udara, air, dan minyak







Tabel 4. Rekomendasi pada makanan dan nutrisi (Dipublikasikan oleh Natonal Academy of Science, Washington DC, USA)



Zat beracun akibat PBTs (Presistence Bioacumulative Toxic Substance) ini memang sangat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan dalam jangka panjang. Di Amerika utara, manusia banyak dihadapkan banyaknya kontaminasi pada kondisi lingkungan yang berbeda. Beberapa penelitian mengemukakan berbagai PBTs memiliki efek samping pada kesehatan manusia. Termaksud ganguan sistem saraf , gangguan reproduksi dan perkembangan, kanker dan dampak genetik.
Manusia, hewan dan tumbuhan yang terkena PBTs melalui udara, air dan makan. Hewan yang terkena biasanya melalui rantai makanan, seperti mamalia laut, burung pemangsa dan jenis ikan tertentu. Seperti yang dijelaskan sebelumnya merkuri, Polychlorinated biphenyls (PCB), Chlordane, dioxin dan DDT yang sering mencemari dan terakumulasi dalam jaringan ikan pada konsentrasi yang tinggi. PBTs dapat tinggal dalam sedimen selama bertahun tahun yang menjadi bahan makanan hewan tingkat rendah, kemudian dimakan oleh hewan predator.   


Gambar 5. Perubahan konsentrasi oleh PCBs melalui rantai makanan.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
Polutan sangat berbahaya bagi perubahan fisik lingkungan maupun berdampak pada kesehatan manusia. Bahan pencemar yang bersifat racun dapat terakumulasi dalam tubuh maupun jaringan organisme, melalui rantai makanan akibat peningkatan konsentrasi. Biasa disebut dengan istilah Bioakumulasi, biokonsentrasi dan biomagnifikasi. Dampak pada manusia bisa berupa gangguan sistem saraf, ganguan reproduksi dan berdampak pada genetik. Oleh karena itu, pemantauan konsentrasi polutan dalam lingkungan mutlak diperlukan untuk dapat dilakukan antisipasi sejak dini.





Daftar Pustaka

Andriani, R. Usaha Pengendalian Pencemaran Lingkungan Akibat Penggunaan Pestisida Pertanian. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol 3, No. 1. Juli 2006 : 95-106. 
Anonimous. 2005.Persistent bioaccumulative toxic substances (PBTs) are chemicals that do not degrade easily in the environment. PBTs typically accumulate in fatty tissues and are slowly metabolized, often increasing in concentration within the food chain. Certain PBTs have been linked to adverse health effects in both humans and animals
Budiawan. 2008. Peran Toksikologi Forensik dalam mengungkapkan kasus keracunan dan pencemaran Lingkungan. Journal of Legal and Forensic Sciences 2008;1(1):35-39 
Duruibe et al. 2007. Heavy Metal Pollutan and Human Biotoxic Effect. International Journal of Physical . Vol.2 (5), pp. 112-118, May, 2007. 
Hadiyarto. A,Hendrarto.B, Amriani. 2011. Bioakumulasi logam berat timbal (Pb) dan seng (Zn) pada kerang darah (anadara granosa l.) Dan kerang bakau (polymesoda bengalensis l.) Di perairan teluk kendari. Jurnal Ilmu Lingkungan Volume 9, issue 2:45-50(2011).http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmulingkungan/article/download/4067/pdf
Jason E. Hall .2002.  Bioconcentration, Bioaccumulation, and Biomagnification in Puget Sound Biota: Assessing the Ecological Risk of Chemical Contaminants in Puget Sound. University of Washington Tacoma, 1900 Commerce St., Tacoma, WA 98402. Prepared June 6, 2002. courses.washington.
Herman. 2006. Tinjauan Terhadap tailling mengandung unsur pencemar Arsen (As), Merkuti (Hg), Timbal (Pb), dan Kadium (Cd) dari sisa Pengolahan Bijih Logam. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No.1 Maret 2006:31-36. 
Lasut, M.T. 2002. Environmental Management Of Coastal. Sam Ratulangi University. Manado.

Nirola. Kapoor. Et al. 2012. Water Pollutions: Impact of pollutants and new Promissing Tekniques in Purification Process. J Hum Ecol, 37(2): 103-109 (2012).
Puspitasari, R. 2007. Laju Polutan Dalam Ekosistem Laut. Oseana Volume XXXII No 2 Tahun 2007:21-28 .
Yipel and Yarsan. 2013. The Important Terms of Marine Pollution “Bomarkes, and Biomonitoring, Bioaccumulation, Bioconcentration, Biomangnification”












Tidak ada komentar:

Posting Komentar