Selasa, 10 November 2009

STATUS PERIKANAN TANGKAP TRAWL DI INDONESIA

Trawl sebagai salah satu teknik dan metode penangkapan ikan yang kontroversial kini kembali jadi pembicaraan karena muncul kehendak untuk dilegalkan. Kemampuan jaring trawl yang diunggulkan adalah bisa memungut beragam jenis biota air tanpa pilih, termasuk udang dan berbagai ikan demersal.Trawl yang berkembang di Tanah Air adalah trawl dasar (bottom trawl) dengan tujuan utama udang. Batasan umum jaring trawl adalah jaring berbentuk kerucut, yakni tertutup ke arah ujung kantong dan melebar ke arah depan dengan adanya sepasang sayap.

1. Pukat Udang (BED Equipped Shrimp Net)
Pukat udang pada prinsipnya terdiri dari bagian kantong (cod end), badan (body), sayap (wing), sewakan (otter board) dan tali-tarik (warp). Desain pukat udang pada prinsipnya adalah sama dengan pukat harimau atau jaring trawl lainnya., tetapi pada pukat udang ini dilengkapi dengan BED seperti telah dikemukakan.
Aspek teknologi
Pukat udang ini dioperasikan dengan ditarik menelusuri dasar perairan oleh kapal berukuran 100 GT atau lebih dengan anak buah (crew) lebih dari 10 orang. Lama penarikan antara 1-2 jam tergantung keadaan daerah penangkapan (trawl ground). Daerah penangkapan dipilih yang permukaannya rata, berdasar lumpur atau lumpur-pasir. Operasi penangkapan dilakukan baik pada siang maupun malam hari, tergantung keadaan.
Aspek ekologi
Yang tertangkap dengan penggunaan alat tangkap ini yaitu: Udang jerbung (Penaeus merguensis), U. windu (P. monodon), U. dogol (Metapenaeus ensis), U. krosok (Para penaeopsis spp.)



2. Trawl Udang Ganda (Double-rigged Shrimp Trawls)
Trawl udang ganda adalah otter trawl yang dalam operasi penangkapannya menggunakan dua buah unit jaring sekaligus.
Dengan penggunaan trawl udang ganda ini terutama berpengaruh terhadap luas liputan area penangkapan. Dengan demikian diharapkan hasil tangkapannya menjadi berlipat ganda dibanding bila hanya menggunakan satu jaring
Aspek Teknologi
Panjang jaring sekitar 33 m. Sedang papan trawl (otter board) berukuran 1,8 m panjang dan 1,4 m lebar, berat 500-562 kg/buah. Dalam operasi penangkapan menggunakan kapal berukuran 300 GT, kekuatan 700 PK/HP. Mengenai tonase kapal yang dipakai ini bervariasi tergantung besar kecilnya jaring yang digunakan. Kapal untuk trawl udang ganda ini dilengkapi dengan dua derek (outriggers) yang dipasang pada kanan-kiri dari lambung kapal. Dalam keadaan operasi dengan keadaan derek yang telah dipasang terlihat seakan-akan seperti sayap.
Aspek ekologi
Jenis yang tertangkap yaitu Udang jerbung (Penaeus merguensis), U. windu (P. monodon), U. dogol (Metapenaeus ensis), U. krosok (Para penaeopsis spp.).
3. Pukat Harimau (Cungking Trawl)
Pukat harimau atau lebih dikenal Cungking Trawl adalah termasuk otter trawl kecil atau dikatakan Mini Otter Trawl.
Pukat harimau adalah tipe shrimp trawl, berbentuk bulat panjang dengan sayap pendek. Jaring trawl ini dapat digolongkan tipe Meksiko
Aspek teknologi
Bahan jaring yang dipakai sintetik fibre (Polyethylene). Pelampungnya dari bahan plastik, berbentuk bulat dan mengecil pada kedua ujungnya. Kapal yang umumnya digunakan berbobot 15 ton (25 PK). Papan trawl berukuran 1,33 m panjang, 0,57 m lebar dan tebal 2,5 cm, berat 27 kg/buah. Jaring trawl yang dipakai berukuran panjang sekitar 12-18 m. Bentuk kapal Cungkring trawl ini dibuat sedemikian rupa dengan luas relatif datar. Gerakannya sangat lincah, dapat menelusuri sampai perairan yang relatif dangkal sekali.

Aspek ekologi
Ikan (utama) dan udang (sampingan)
Dogol, Cantrang dan sejenisnya (Danish Seine)


Aspek Ekonomi Secara Umum
Dilihat dari segi usaha perikanan tradisional, pengoperasian trawl mini ini terbukti membantu nelayan dalam meningkatkan penghasilannya, baik alat ini dioperasikan sebagai alat pokok maupun sebagai alat tambahan. Setidaknya alat trawl mini ini dinilai cukup membantu nelayan pada saat alat tradisional lainnya tidak dapat dioperasikan. Mengingat keterbatasan kemampuan operasi trawl mini dengan hasil tangkapan yang relatif kecil termasuk udang, pengaruhnya tidak merusak sumber sebagaimana dampak yang ditimbulkan oleh pengoperasian trawl kecil dan trawl yang berukuran lebih besar. Oleh karena itu, seandainya ada pengecualian terhadap trawl mini, nelayan kecil ini jangan dikamuflase trawl lain yang seolah-olah demi nelayan kecil ini.

penyebaran ikan ikan ekonomis

Penyebaran ikan-ikan ekonomis di Indonesia.
1. Ikan Tuna Besar
a. Madidihang (Thunnus albacores)
penyebarannya mendominasi di semua perairan kecuali di Selatan Jawa dan Selatan Bali- Nusa Tenggara. Juga terdapat di Laut banda, kemudian di laut Sulawesi dan Utara Irian Jaya.
Nilai ekonomis : meningkatkan devisa Negara, meningkatkan gizi protein hewani bagi rakyat banyak, meningkatkan penghasilan sekaligus pendapatan untuk kesejahteraan rakyat
b. Tuna mata besar (Thunnus Obesus)
penyebarannya di perairan Samudera Pasifik yang tertinggi terdapat di Laut Banda kemudian Laut Arafura, Laut sulawesi-Utara Irian Jaya dan Laut Maluku Teluk Tomini. Selatan Jawa dan Selatan Bali-Nusa Tenggara.
Potensi penangkapan yang tertinggi sebesar 19.332 ton terdapat di Barat Sumatera atau 21,8% dari potensi total sebesar 88.590 ton, sedangkan yang terendah di Laut Arafura sebesar 3.363 ton (3,8).
c.Albakora (Thunnus alalunga)
penyebarannya di kawasan Samudera Pasifik antara lain di Laut Flores, Selat Makasar, Laut Maluku-Teluk Tomini, Laut Sulawesi-Utara Irian Jaya, Laut Banda, Laut Arafura. Di perairan Samudera Hindia terdapat di Selatan Jawa, Barat Sumatera
potensi penangkapannya sebesar 699 ton di Laut Flores-Selat Makasar
2. Ikan Setuhuk (Marlin), ikan Pedang dan ikan Layaran
a. Ikan Setuhuk Hitam (Makaira indicia)
penyebarannya di perairan Samudera Pasifik terdapat di Laut Banda, Laut Flores-Selat Makasar, Laut Maluku-Teluk Tomini, Laut Sulawesi-Utara Irian Jaya, dan di Samudera Hindia, terdapat di perairan Barat Sumatera, Selatan Jawa dan Selatan Bali-Nusa Tenggara.
Potensi penangkapan adalah 6.874 ton diantaranya 2.919 ton ( 42,5%) terdapat di perairan Samudera Pasifik dan selebihnya sebesar 3.955 ton di Samudera Hindia. Di Samudera Pasifik, yang tertinggi terdapat di Laut Sulawesi-Utara Irian Jaya sebanyak 768 ton atau 26,3% dari total perairan kawasan Indonesia timur ini.sedaangkan di Samudera Hindia yang tertinggi di Barat Sumatera sebanyak 2.368 ton. Nilai ini juga merupakan yang tertinggi di Indonesia atau 34,4% dari potensi penangkapan total.
b. Ikan Setuhuk loreng (Tertapt urus audax)
penyebarannya di Samudera Pasifik di Laut Flores-Selat Makasar dan di perairan Laut Arafura. Di Laut Banda, Laut Maluku-Teluk Tomini dan Laut Sulawesi-Utara Irian Jaya, perairan Barat Sumatera dan selanjutnya di Selatan Bali-Nusa Tenggara serta Selatan Jawa.
Potensi penangkapan tertinggi di Indonesia terdapat di Barat Sumatera sebesar 4.299 ton sedangkan yang terendah sebesar 262 ton di Laut Banda. Di Samudera Pasifik yang tertinggi di Laut Sulawesi-Utara Irian Jaya dan yang Terendah di Laut Banda. Secara keseluruhan potensi setuhuk loreng terdapat di Samudera Hindia sebanyak 5.424 ton atau 72,3 dari potensi Indonesia sebesar 7.502 ton.
c. Ikan Setuhuk biru (Makara mazara)
penyebarannya di Laut Flores-Selat Makasar, Laut Sulawesi-Utara Irian Jaya, di Laut Banda, Laut Arafura dan Laut Maluku-Teluk Tomini. Di Samudera Hindia terdapat di Barat Sumatera serta di Selatan Bali-Nusa Tenggara.
Potensi penangkapan setuhuk biru di perairan Samudera Pasifik sebesar 6.393 ton atau 51,8% dari potensi total sebesar 12.335 ton. Setuhuk biru juga dominan (34,7%) dibandingkan dengan setuhuk lainnya baik di Samudera Hindia (30,0%) maupun di Samudera Pasifik (40,7%). Potensi setuhuk biru di perairan Samudera Hindia sebesar 5.942 ton.
d. Ikan pedang (Xiphias gladius)
penyebarannya di Laut Maluku-Teluk Tomini

Renang Ikan

KATEGORI RENANG PADA IKAN
Terdapat tiga faktor penting yang dapat dipertimbangkan untuk pengujian kemampuan renang ikan, antara lain: laju renang, daya tahan, dan otot-otot keletihan dari ikan selama berenang. Blake (1983) menyatakan bahwa terdapat tiga kategori dasar dari laju renang ikan: sustained, prolonged, burst. Kategori renang didasarkan pada penentuan pembatasan waktu dan pada proses-proses biokimia yang menyuplai bahan bakar ke otot-otot (Beamish, 1978). Perbedaan yang tepat dalam cara renang dapat dilihat dengan jelas saat menguji hubungan antara waktu menuju kondisi lelah dan kecepatan renang untuk setiap ikan.
1. Sustained
Kecepatan renang ini merupakan kecepatan dimana ikan dapat mempertahankan periode/waktu renang dengan lama (>200 menit) tanpa mengalami keletihan otot (Beamish, 1978). Pada kecepatan “sustained”, energi disuplai pada serat-serat otot dengan oksidatif rendah/pelan melalui proses aerobik. Serat-serat otot ini tidak mengalami keletihan serta tidak menghasilkan keluaran energi yang banyak (Webb, 1974). Proses metabolik disesuaikan dengan persediaan dan produksi buangan disesuaikan dengan perpindahannya (Jones, 1982). katagori “sustained” ini adalah kecepatan menjelajah. Kecepatan ini digunakan oleh ikan-ikan yang bermigrasi atau ikan-ikan yang tidak memilki daya apung dan harus berenang untuk dapat mempertahankan tempat mereka (misalnya Tuna). Kesepatan “sustained” maksimum merupakan kecepatan tertinggi dimana ikan dapat bertahan bahkan tanpa rasa letih.
2. Prolonged
Kecepatan prolonged ini adalah kecepatan dimana ikan dapat bertahan selama 20 detik sampai 200 menit dan berakhir dengan rasa letih (Beamish,1978). Katagori renang ini berada diantara kecepatan renang “sustained” dan” burst”. Saat kecepatan meningkat metabolisme anaerobiknya meningkat. Serat-serat otot yang dimiliki ikan tersebut memiliki tenaga untuk menghasilkan tenaga yang tinggi tapi energinya merendah sehingga pada akhirnya mengalami keletihan (Webb,1974).
Dalam kecepatan tipe prolonged ini adalah meliputi kecepatan renang kritis yang merupakan kecepatan maksimum yang dapat dipertahankan oleh seekor ikan untuk periode waktu yang spesifik (Brett, 1982). Saat waktu antara kecepatan meningkat dalam uji renang kritis selama kurang lebih 1 jam, kecepatan renang kritis merupakan kecepatan yang menggambarkan perubahan dari katagori renang sustained menjadi prolonged
3 Burst
Beamish (1978) menyatakan katagori renang ini merupakan kecepatan tertinggi yang dapat dicapai oleh ikan dan hanya dapat bertahan selama periode waktu yang pendek (< 20 detik). Pada kecepatan ini, energi disuplai ke otot myotomal (body) melalui proses anaerobic (Webb, 1994). Akhir periode pendek dari katagori burst ini terjadi sebagai hasil dari habisnya suplai energi ekstraseluler atau akumulasi produk-produk buangan (Colvavecchia et al. 1998). Sirip-sirip median dan berpasangan cenderung menghasilkan kekuatan renang lambat yang disediakan dan kemudian diganti dengan tubuh dan sirip caudal dan berenang dengan cara yang bergelombang pada kecepatan yang lebih tinggi serta untuk akselerasinya (Webb, 1974). Pada kecepatan renang burst, sirip caudal diperpanjang , saat ikan berenang dengan kecepatan rendah mereka mengatur frekuensi dan amplitudo tubuh dan sirip caudal mereka yang bergelombang, dan pada kecepatan tinggi, mereka hanya mengatur frekuensi (webb, 1974).
Jika ikan harus berenang pada metode “burst” ini untuk melewati daerah-daerah dengan kecepatan tinggi, penting untuk memperhatikan kemampuan mereka untuk memulihkan dan jangan sampai terjadi kelelahan akibat renang. Kemampuan renang seekor ikan dalam tipe burst dapat terbatas dalam jangka pendek, karena beberapa spesies ikan memerlukan periode yang relatif lama untuk pulih dari aktivitas yang menyebabkan keletihan. Tinjauan mengenai pemulihan ini menunjukan bahwa setiap spesies berbeda waktu pemulihannya, Nelson (1990) menunjukan bahwa kelompok salmon memiliki kecepatan yang tinggi, tapi waktu pemulihannya relatif lambat. Paulik dkk (1957) menemukan bahwa ikan salmon yang pulih dari keletihan adalah 67% setelah 3 jam dan pulih total sekitar 18-24 jam

kecepatan renang ikan

METODE RENANG PADA IKAN
1. Pergantian Gelombang
Ikan yang menggunakan metode ini didorong oleh suatu otot gelombang yang terdapat dalam tubuh ikan tersebut dimana mulai dari kepala hingga ke ekor. Penyebab adanya dorongan ini karena adanya aksi tubuh ikan terhadap air. Untuk mendorong ini diperlukan tenaga dan kecepatan dalam membentuk suatu gelombang pada bagian depan ikan, dan amplitudo pada bagian ekor. Dimana gelombang yang ditimbulkan pada bagian ekor lebih besar dari pada bagian depannya (Koichi Hirata, 2001).
Kita temukan bahwa kebanyakan ikan dapat mengembalikan gerak gelombang ini, dengan demikian memungkinkan mereka untuk berenang memutar kembali secara normal.



2. Body Foil
Ikan salmon biasanya menggunakan metode cara berenang ini. Ikan ini mendorong air kebelakang dengan menggunakan sirip berpasangan dan dengan gerak oscilasi dan gerakan dari suatu badan.


Pada gambar diatas, menunujukan adanya distribusi tekanan oleh gerakan badan secara konseptual. Dapat dilihat tekanan positif dan negatif pada suatu gradien yang membentuk suatu gelombang, yang kemudian menjadi suatu kekuatan yang bersifat mendorong (Koichi Hirata, 2001).
3. Oscilasi Wing
Ikan yang menggunakan metode ini, kekuatannya bersifat mendorong, akibat dari gerakan siripnya yang bergerak kesana kemari. Gerakan dari ekor ini membentuk suatu gelombang dan terlihat seperti gerakan baling-baling. Sudut yang dibentuk sekitar 90° pada fase sudut antara gerakan suatu gelombang dengan gerakan baling-baling pada sirip. Ikan tuna dan bonito menggunakan metode seperti ini. Dorongan sirip yang kesana kemari mendapatkan efisiensi tekanan dorongan yang tinggi (Koichi Hirata, 2001).





4. Oscilasi Plate
Ikan yang menggunakan metode ini bergerak dalam stabilisasi tegak mirip suatu plat tanpa gerakan tubuh ikan, jadi hanya sirip ekor yang melakukan suatu dorongan terhadap air. Pada metode ini kekuatan mendorongnya lebih kuat, sebab air yang didorong menuju kearah belakang dengan cara yang sama (Koichi Hirata, 2001).


KATEGORI RENANG PADA IKAN
Terdapat tiga faktor penting yang dapat dipertimbangkan untuk pengujian kemampuan renang ikan, antara lain: laju renang, daya tahan, dan otot-otot keletihan dari ikan selama berenang. Blake (1983) menyatakan bahwa terdapat tiga kategori dasar dari laju renang ikan: sustained, prolonged, burst. Kategori renang didasarkan pada penentuan pembatasan waktu dan pada proses-proses biokimia yang menyuplai bahan bakar ke otot-otot (Beamish, 1978). Perbedaan yang tepat dalam cara renang dapat dilihat dengan jelas saat menguji hubungan antara waktu menuju kondisi lelah dan kecepatan renang untuk setiap ikan.
5.1. Sustained
Kecepatan renang ini merupakan kecepatan dimana ikan dapat mempertahankan periode/waktu renang dengan lama (>200 menit) tanpa mengalami keletihan otot (Beamish, 1978). Pada kecepatan “sustained”, energi disuplai pada serat-serat otot dengan oksidatif rendah/pelan melalui proses aerobik. Serat-serat otot ini tidak mengalami keletihan serta tidak menghasilkan keluaran energi yang banyak (Webb, 1974). Proses metabolik disesuaikan dengan persediaan dan produksi buangan disesuaikan dengan perpindahannya (Jones, 1982). katagori “sustained” ini adalah kecepatan menjelajah. Kecepatan ini digunakan oleh ikan-ikan yang bermigrasi atau ikan-ikan yang tidak memilki daya apung dan harus berenang untuk dapat mempertahankan tempat mereka (misalnya Tuna). Kesepatan “sustained” maksimum merupakan kecepatan tertinggi dimana ikan dapat bertahan bahkan tanpa rasa letih.
5.2. Prolonged
Kecepatan prolonged ini adalah kecepatan dimana ikan dapat bertahan selama 20 detik sampai 200 menit dan berakhir dengan rasa letih (Beamish,1978). Katagori renang ini berada diantara kecepatan renang “sustained” dan” burst”. Saat kecepatan meningkat metabolisme anaerobiknya meningkat. Serat-serat otot yang dimiliki ikan tersebut memiliki tenaga untuk menghasilkan tenaga yang tinggi tapi energinya merendah sehingga pada akhirnya mengalami keletihan (Webb,1974).
Dalam kecepatan tipe prolonged ini adalah meliputi kecepatan renang kritis yang merupakan kecepatan maksimum yang dapat dipertahankan oleh seekor ikan untuk periode waktu yang spesifik (Brett, 1982). Saat waktu antara kecepatan meningkat dalam uji renang kritis selama kurang lebih 1 jam, kecepatan renang kritis merupakan kecepatan yang menggambarkan perubahan dari katagori renang sustained menjadi prolonged
5.3 Burst
Beamish (1978) menyatakan katagori renang ini merupakan kecepatan tertinggi yang dapat dicapai oleh ikan dan hanya dapat bertahan selama periode waktu yang pendek (< 20 detik). Pada kecepatan ini, energi disuplai ke otot myotomal (body) melalui proses anaerobic (Webb, 1994). Akhir periode pendek dari katagori burst ini terjadi sebagai hasil dari habisnya suplai energi ekstraseluler atau akumulasi produk-produk buangan (Colvavecchia et al. 1998). Sirip-sirip median dan berpasangan cenderung menghasilkan kekuatan renang lambat yang disediakan dan kemudian diganti dengan tubuh dan sirip caudal dan berenang dengan cara yang bergelombang pada kecepatan yang lebih tinggi serta untuk akselerasinya (Webb, 1974). Pada kecepatan renang burst, sirip caudal diperpanjang , saat ikan berenang dengan kecepatan rendah mereka mengatur frekuensi dan amplitudo tubuh dan sirip caudal mereka yang bergelombang, dan pada kecepatan tinggi, mereka hanya mengatur frekuensi (webb, 1974).
Jika ikan harus berenang pada metode “burst” ini untuk melewati daerah-daerah dengan kecepatan tinggi, penting untuk memperhatikan kemampuan mereka untuk memulihkan dan jangan sampai terjadi kelelahan akibat renang. Kemampuan renang seekor ikan dalam tipe burst dapat terbatas dalam jangka pendek, karena beberapa spesies ikan memerlukan periode yang relatif lama untuk pulih dari aktivitas yang menyebabkan keletihan. Tinjauan mengenai pemulihan ini menunjukan bahwa setiap spesies berbeda waktu pemulihannya, Nelson (1990) menunjukan bahwa kelompok salmon memiliki kecepatan yang tinggi, tapi waktu pemulihannya relatif lambat. Paulik dkk (1957) menemukan bahwa ikan salmon yang pulih dari keletihan adalah 67% setelah 3 jam dan pulih total sekitar 18-24 jam




Senin, 09 November 2009

Operasi Bagan Perahu Di Perairan Pulau Lampu Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara.

Pada umumnya bagan diklasifikasikan ke dalam jaring angkat atau lift net, yang biasanya berbentuk empat persegi panjang, dibentangkan didalam air secara horizontal, dengan menggunakan bambu, kayu, atau besi sebagai rangkanya (sudiman & mallawa,2004). Menurut Ta’alidin (2000), unit penangkapan ikan jaring angkat (lift net) merupakan jenis alat tangkap yang komersial dan sangat umum di Indonesia.

Untuk menarik perhatian ikan dibagan, digunakan berbagai macam cara tertentu untuk dapat merangsang perhatian atau respon langsung maupun tidak langsung dari ikan tersebut. Salah satu cara untuk menarik perhatian ikan adalah dengan memanfaatkan sumber cahaya berupa obor, lampu petromaks, dan lampu listrik. Pada mulanya cahaya lampu digunakan untuk penyinaran di malam hari, tetapi setelah nelayan menyadari ikan tertarik pada cahaya, maka mereka memanfaatkannya sebagai alat bantu yang merupakan bagian dari metode penangkapan ikan. Penggunaan cahaya lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1950-an (Subani,1972).

Menurut Munro (1974), keberhasilan penangkapan ikan tergantung pada pengetahuan yang cukup mengenai tingkah laku ikan baik secara individu maupun secara keseluruhan, yang merupakan dasar dari perkembangan metode yang telah ada, selain itu rancangan suatu alat tangkap juga tergantung pada pengetahuan yang mendasar dari tingkah laku ikan yang menjadi tujuan penangkapan.

Dengan penggunaan cahaya dalam suatu operasi penangkapan ikan, maka salah satu alat tangkap yang memanfaatkan cahaya untukmenarik perhatian ikan sehingga merespon ikan untuk berkumpul di sekitar cahaya tersebut adalah bagan perahu. Dimana ketertarikan ikan terhadap cahaya akan membuat ikan-ikan tersebut berenang secara aktif ke sumber cahaya dalam suatu gerombolan atau beberapa gerombolan yang padat pada lapisan permukaan atau pada kedalaman tertentu sesuai jenis ikan dengan arah melingkar horizonal (Ayodhyoa,1976).

Prinsip penangkapan dibagan ini yaitu dengan mengumpulkan ikan dibawah cahaya lampu,kemudian menfokuskan cahaya untuk lebih sempit kemudian ikan tersebut ditangkap dengan mengunakan jaring. Waktu operasi dengan alat ini digunakan pada malam hari saat bulan gelap. Jenis bagan yang dikenal di Indonesia ada tiga jenis yaitu bagan tancap, bagan rakit, dan bagan perahu atau bagan rambo (sudiman &

Ketertarikan Ikan Teri Pada Cahaya bagan Perahu

Pada umumnya bagan diklasifikasikan ke dalam jaring angkat atau lift net, yang biasanya berbentuk empat persegi panjang, dibentangkan didalam air secara horizontal, dengan menggunakan bambu, kayu, atau besi sebagai rangkanya (sudiman & mallawa,2004). Menurut Ta’alidin (2000), unit penangkapan ikan jaring angkat (lift net) merupakan jenis alat tangkap yang komersial dan sangat umum di Indonesia.
Untuk menarik perhatian ikan dibagan, digunakan berbagai macam cara tertentu untuk dapat merangsang perhatian atau respon langsung maupun tidak langsung dari ikan tersebut. Salah satu cara untuk menarik perhatian ikan adalah dengan memanfaatkan sumber cahaya berupa obor, lampu petromaks, dan lampu listrik. Pada mulanya cahaya lampu digunakan untuk penyinaran di malam hari, tetapi setelah nelayan menyadari ikan tertarik pada cahaya, maka mereka memanfaatkannya sebagai alat bantu yang merupakan bagian dari metode penangkapan ikan. Penggunaan cahaya lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1950-an (Subani,1972).
Menurut Munro (1974), keberhasilan penangkapan ikan tergantung pada pengetahuan yang cukup mengenai tingkah laku ikan baik secara individu maupun secara keseluruhan, yang merupakan dasar dari perkembangan metode yang telah ada, selain itu rancangan suatu alat tangkap juga tergantung pada pengetahuan yang mendasar dari tingkah laku ikan yang menjadi tujuan penangkapan.

Dengan penggunaan cahaya dalam suatu operasi penangkapan ikan, maka salah satu alat tangkap yang memanfaatkan cahaya untukmenarik perhatian ikan sehingga merespon ikan untuk berkumpul di sekitar cahaya tersebut adalah bagan perahu. Dimana ketertarikan ikan terhadap cahaya akan membuat ikan-ikan tersebut berenang secara aktif ke sumber cahaya dalam suatu gerombolan atau beberapa gerombolan yang padat pada lapisan permukaan atau pada kedalaman tertentu sesuai jenis ikan dengan arah melingkar horizonal (Ayodhyoa,1976).
Prinsip penangkapan dibagan ini yaitu dengan mengumpulkan ikan dibawah cahaya lampu,kemudian menfokuskan cahaya untuk lebih sempit kemudian ikan tersebut ditangkap dengan mengunakan jaring. Waktu operasi dengan alat ini digunakan pada malam hari saat bulan gelap. Jenis bagan yang dikenal di Indonesia ada tiga jenis yaitu bagan tancap, bagan rakit, dan bagan perahu atau bagan rambo (sudiman & mallawa,2004).