RIWAYAT POLUTAN (FATE OF POLLUTANT)
Oleh
: Moch
Machtino A. Mahale
BAB
I
PENDAHULUAN
Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam
lngkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh
proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfingsi lagi sesuai
dengan peruntukannya (UU Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982).
Sedangkan polutan
adalah Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran terhadap
lingkungan baik (Pencemaran Udara, Tanah, Air, dsb)
Pencemaran
dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh alam
(misal gunung meletus, gas beracun). Ilmu lingkungan biasanya membahas
pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yang dapat dicegah dan
dikendalikan.
Zat
atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran di sebut polutan. Syarat-syarat
suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian
terhadap makluk hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara
berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat memberikan
efek merusak. Suatu zat dapat disebut polutan apabila :
(1) Jumlahnya melebihi jumlah normal, (2) Berada pada
waktu yang tidak tepat. (3) Berada di tempat yang
tidak tepat.
Sifat polutan adalah : (1)
Merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zat lingkungan tidak
merusak lagi.(2) Merusak dalam waktu lama. Contohnya Pb tidak merusak bila
konsentrasinya rendah. Akan tetapi dalam jangka waktu yang lama, Pb dapat
terakumulasi dalam tubuh sampai tingkat yang merusak.
Masuknya
bahan-bahan yang bersifat toksik ke suatu ekosistem akuatik akan menimbulkan
perubahan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup organisme yang ada di
dalamnya. Perubahan ini juga mempengaruhi fungsi dan kegunaan air laut menjadi
tidak sesuai lagi dengan peruntukan-nya. Air yang tercemar tidak lagi bisa
digunakan untuk kehidupan karena tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan dan
tidak bisa menjadi habitat
Biota akuatik yang
aman. Bila konsentrasi polutan yang masuk terus bertambah maka akan terjadi
biokonsentrasi yaitu peningkatan konsentrasi suatu polutan dalam suatu
ekosistem (ANONYM, 1993). Keberadaan polutan dalam suatu lingkungan akan sangat
mempengaruhi kehidupan makhluk hidup di dalamnya. Makalah ini bertujuan
memberikan gambaran bagaimana proses polutan tersebut masuk ke dalam lingkungan
dan dampak terhadap organisme didaerah pencemaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Tingkat Polutan
2.1.1. Macam – macam
bahan pencemaran
Menurut
macam bahan pencemarnya, pencemaran dibedakan menjdi berikut ini,
a.
Pencemaran kimiawi : CO2 logam berat (Hg, Pb, As, Cd, Cr, Ni,) bahan radioaktif,
pestisida, detergen, minyak, pupuk anorganik.
b.
Pencemaran Biolagi : mikroorganisme seperti Escherichia coli, Entamoeba coli,
Salmonella thyposa.
c.
Pencemara fisik : logam, kaleng, botol, kaca, plastik, karet.
d.
Pencemaran Suara : kebisingan.
2.1.2. Berdasarkan Tingkat Pencemaran
Menurut tingkat
pencemarannya, pencemaran dibedakan menjadi sebagai berikut :
a. Pencemaran
ringan, yaitu pencemaran yang dimulai menimbulkan gangguan ekosistem lain. Contohnya pencemaran gas kendaraan bermotor.
b. Pencemaran
kronis, yaitu pencemaran yang mengakibatkan penyakit kronis. Contohnya
pencemaran Minamata, Jepang.
c. Pencemaran
akut, yaitu pencemaran yang dapat mematikan seketika.
Contohnya pencemaran gas CO dari knalpot yang mematikan orang di dalam mobil tertutup, dan pencemaran radioaktif.
Contohnya pencemaran gas CO dari knalpot yang mematikan orang di dalam mobil tertutup, dan pencemaran radioaktif.
2.1.3. Parameter
Pencemaran Lingkungan
Untuk mengukur tingkat
pencemaran diasuatu tempat digunakan parameter pencemaran. Parameterpencemaran
digunakan sebagai indikator (petunjuk) terjadinya pencemaran dan tingkat
pencemaran yang telah terjadi. Paarameter pencemaran meliputi parameter fisik,
parameter kimia, dan parameter biologi.
1.
Parameter Fisik
Parameter fisik
meliputi pengukuran tentang warna, rasa, bau, suhu, kekeruhan, dan radioaktivitas.
2. Parameter Kimia
2. Parameter Kimia
Parameter kimia
dilakukan untuk mengetahui kadar CO2, pH, keasaman, kadar logam, dan logam
berat. Sebagai contoh berikut disajukan pengukuran pH air, kadar CO2, dan
oksigen terlarut.
a. Pengukuran pH air
a. Pengukuran pH air
Air
sungai dalam kondisi alami yang belum tercemar memiliki rentangan pH 6,5 – 8,5.
Karena pencemaran, pH air dapat menjadi lebih rendah dari 6,5 atau lebih tinggi
dari 8,5. Bahan-bahan organik biasanya menyebabkan kondisi air menjadi lebih
asam.
Kapurmenyebabkan
kondisi air menjadi alkali (basa). jadi, perubahan pH air tergantung kepada
macam bahan pencemarnya. Perubahan nilai pH mempunyai arti penting bagi
kehidupan air. Nilai pH yang rendah (sangat asam) atau tinggi (sangat basa)
tidak cocok untuk kehidupan kebanyakan organisme. Untuk setiap perubahan satu
unit skala pH (dari 7 ke 6 atau dari 5 ke 4) dikatakan keasaman naik 10 kali.
Jika terjadi sebaliknya, keasaman turun 10 kali. Keasaman air dapat diukur
dengan sederhana yaitu dengan mencelupkan kertas lakmus ke dalam air untuk
melihat perubahan warnanya.
c. Pengukuran Kadar
Oksigen Terlarut
Kadar oksigen terlarut
dalam air yang alami berkisar 5 – 7 ppm (part per million atau satu per sejita;
1ml oksigen yang larut dalam 1 liter air dikatakan memiliki kadar oksigen 1
ppm). Penurunan kadar oksigen terlarut dapat disebabkan oleh tiga hal :
1. Proses
oksidasi (pembongkaran) bahan-bahan organik.
2.
Proses reduksi
oleh zat-zat yang dihasilkan baktri anaerob dari dasar perairan.
3.
Proses
pernapasan orgaisme yang hidup di dalam air, terutama pada malam hari.
Pencemaran air (terutama yang disebabkan oleh bahan pencemar organik) dapat mengurangi persediaan oksigen terlarut. hal ini akan mengancam kehidupan organisme yang hidup di dalam air. Semakin tercemar, kadar oksigen terlerut semakin mengecil. Untuk dapat mengukur kadar oksigen terlarut, dilakukan dengan metode Winkler.
Parameter kimia yang dilakukan melalui kegiatan pernapasan jasad renik dikenal sebagai parameter biokimia. contohnya adalah pengukuran BOD dab COD.
Pencemaran air (terutama yang disebabkan oleh bahan pencemar organik) dapat mengurangi persediaan oksigen terlarut. hal ini akan mengancam kehidupan organisme yang hidup di dalam air. Semakin tercemar, kadar oksigen terlerut semakin mengecil. Untuk dapat mengukur kadar oksigen terlarut, dilakukan dengan metode Winkler.
Parameter kimia yang dilakukan melalui kegiatan pernapasan jasad renik dikenal sebagai parameter biokimia. contohnya adalah pengukuran BOD dab COD.
3.
Parameter
Biologi
Di
alam terdapat hewan-hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme yang peka dan ada pula
yang tahan terhadap kondisi lingkungan tertentu. Organisme yang peka akan mati
karena pencemaran dan organisme yang tahan akan tetap hidup. Siput air dan
Planaria merupakan contoh hewan yang peka pencemaran. Sungai yang mengandung
siput air dan planaria menunjukkan sungai tersebut belum mengalami pencemaran.
Sebaliknya, cacing Tubifex (cacing merah) merupakan cacing yang tahan hidup dan
bahkan berkembang baik di lingkungan yang kaya bahan
organik,meskipun spesies hewan yang lain telah mati. Ini berarti keberadaab
cacing tersebut dapat dijadikan indikator adanya pemcemaran zat organik.
Organisme yang dapat dijadikan petunjuk pencemaran dikenal sebagai indikator biologis. dengan oksigen akhir (setelah 5
hari).
Indikator
biologis terkadang lebih dapat dipercaya daripada indikator kimia. Pabrik yang
membuang limbah ke sungai dapat mengaturpembuangan limbahnya ketika akan
dikontrol oleh pihak yang berwenang. Pengukuran
secara kimia pada limbah pabrik tersebut selalu menunjukkan tidak adanya
pencemaran. Tetapi tidak demikian dengan makluk hidup yang menghuni ekosistem
air secara terus menerus. Disungai itu terdapat hewan-hewan, mikroorganisme,
bentos, mikroinvertebrata, ganggang, yang dapat dijadikan indikator biologis.
2.2. Laju Polutan dalam ekosistem laut
Polutan dapat masuk ke
suatu lingkungan dengan berbagai cara. Misalnya unsur logam yang dapat masuk
secara alami karena sudah berada di bumi, batuan dan tanah secara alamiah
kemudian masuk ke lingkungan laut melalui hujan dan erosi. Sumber lainnya
adalah melalui buangan industri, limbah rumah tangga, pertanian. Laut sering
dijadikan sebagai lokasi pembuangan akhir dari berbagai sisa aktivitas manusia
di daratan. Banyak sumber polutan pencemar lingkungan akuatik, salah satunya
adalah logam, yang kini banyak dipakai dalam proses industri dan dipakai oleh
manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti kosmetik, bahan bakar dan lainnya.
Limbah tersebut mengandung bahan kimia yang bersifat toksik terhadap biota
perairan misalnya mengandung logam berat dan pestisida. Keadaan ini menyebabkan
kondisi lingkungan tidak sesuai lagi dengan peruntukannya, yang pada gilirannya
akan berpengaruh pula terhadap sumberdaya hayati perairan. Selain itu
pencemaran yang terjadi akan berdampak bagi manusia sebagai pengguna sumberdaya
laut.
Gambar
1. Masuknya polutan kedalam ekosistem aquatik dan respon yang terjadi pada
tingkat orgnisme populasi dan komunitas
Gambar 1 memperlihatkan
pengaruh masuknya suatu polutan ke dalam
ekosistem laut. Polutan dapat masuk ke air dan sedimen dan dapat mempengaruhi
rantai makanan. Respon yang timbul akan bermacam-macam, dari tingkat organisme
contohnya adalah efek psikologis, patologis, penurunan kondisi lingkungan,
pertumbuhan, fekunditas dan ketahanan hidup. Pada tingkat populasi dapat
menimbulkan penurunan kelimpahan dan reproduksi dan pada tingkat komunitas,
dapat menimbulkan penurunan keanekaragaman dan kepadatan serta perubahan
struktur tropik (ANONYM, 1998). Jadi, masuknya suatu polutan akan membawa
dampak yang luas mulai dari tingkat organisme sampai tingkat komunitas bahkan
bisa meluas sampai ekosistem.
Secara umum tahap
respon yang terjadi pada sistem aquatik meliputi tahap-tahap yatiu
biokensentrasi, bioakumlasi, dan biomagnifikasi. Penggunanaa pestisida seperti
DDT, endrin, dan dieldrin sangat berbahaya atau beracun, karena Pestisida mengandung berbagai senyawa kimia yang dapat
menggangu kestabilan komposisi kimia tanah. Pestisida yang banyak digunakan
sekarang adalah dari golongan hidrokarbon berklor. Pestisida ini mempunyai efek
menahun atau bioakumulatif dan sulit terurai.
Yang dimaksud
bahan-bahan beracun disini adalah semua senyawa, unsur maupun ion-ion yang
secara langsung dalam jumlah tertentu dapat berakibat mematikan bagi organisme
hidup pada semua tingkatan tropik. Digolongkan dalam kelompok ini adalah
pestisida dan limbah industri. Pestisida dan limbah industri yang masuk ke
dalam ekosistem perairan akan mengalami biokonsentrasi, bioakumulasi dan biomagnifikasi.
Biokonsentrasi, bioakumulasi dan biomagnifikasi
dalam proses bahan pencemar dalam biota laut prosesnya dinamik, dimana banyak
berkaitan dengan variabel-variabel. Sebagai contoh potensi biokensentrasi,
bioakumulasi, dan biomagnifikasi dalam organisme dan jaringan makanan
bergantung pada banyaknya bahan pencemar (misalnya : hydropobik, lipid,
resistensi terhadap degradasi), faktor
lingkungan (misalnya :salinitas, suhu, konsentrasi bahan organik), faktor
biotik (misalnya : pakan, konsentrasi lipid, dan metabolisme), bioavailability
(mislnya : masukan bahan kimia, proses mekanisme, tingkat kontaminasi) (Konasewich
et al. 1982, Malins et al. 1982, Shin and Lam 2001, Gobas et
al. 1999, Morrison et al.1996, and Lee et al. 2000).
2.3. Biokonsentrasi, Bioakumulasi dan
Biogmagnifikasi
Tingkat polutan untuk
tersebar, atau menyimpan tergantung
kondisi lingkungan. Keadaan tersebut sangat mempengaruhi kondisi ekologi.
Istilah biokonsentrasi, bioakumulasi, dan biomagnifikasi sering digunakan dalam menggambarkan keadaaan polutan
dilingkungan (Lasut dan Lumingas
1999, Lasut dan
Kumurur 2001a).
Sangat penting untuk
memahami mekanisme dari biokonsentrasi, bioakumulasi, biomagnefikasi sebagai
proses bahan bahan pencemar yang beracun. Bagaimanapun juga penjelasan dari
mekanisme dari proses tersebut menjadi isu-isu perdebatan dan sampai sekarang
ini belum terpecahkan. Biokonsentrasi adalah masuknya bahan pencemar melalui
organisme melaui jaringan epithelial atau insang akibat dari peningkatan
konsentrasi (Konasewich et al. 1982 and Gobas et al. 1999),
bioakumulasi adalah suatu proses dimana pencemaran yang masuk dalam organisme
melalui tingkat rantai makanan (Gobas et al. 1999), dan biomagnifikasi
adalah proses penyerapan bahan pencemaran akibat dari tingkat konsentrasi yang
melebihi keseimbangan linkungan (Gobas et al. 1999).
2.3.1.
Biokensentrasi dan Bioakumulasi
Biokonsentrasi
merupakan kondisi peningkatan konsentrasi polutan di lingkungan. Biasanya kadar
polutan akan di atas kadar normal yang diperbolehkan. Organisme yang mengalami
pemaparan bahan toksik terus menerus akan mengalami bioakumulasi. Bioakumulasi
merupakan suatu proses dimana substansi kimia mempengaruhi makhluk hidup dan
ditandai dengan peningkatan konsentrasi bahan kimia di tubuh organisme
dibandingkan dengan konsentrasi bahan kimia itu di lingkungan.
Karena penyerapan bahan kimia ini lebih cepat
daripada proses metabolisme dan ekskresi tubuh organisme, maka bahan-bahan
kimia ini akan terakumulasi di dalam tubuh (Anonym, 1993). Menurut Mader (1996),
bioakumulasi merupakan peningkatan konsentrasi polutan yang diikuti perpindahan
dari lingkungan ke organisme pertama pada rantai makanan. Anonym
(1993) menyatakan bahwa proses bioakumulasi melibatkan tahap-tahap antara lain:
1. Pengambilan
(Uptake), yaitu masuknya bahan-bahan kimia (melalui pernafasan, atau adsorbsi
melalui kulit, pada ikan biasanya dapat melalui insang); Proses penyerapan
bahan kimia ke dalam tubuh organisme melalui sel umumnya melibatkan proses
difusi, yaitu proses perpindahan dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke
konsentrasi yang lebih rendah. Kemampuan bahan kimia untuk berpindah tempat itu
disebut potensial kimia. Banyak faktor yang mempengaruhi potensial kimia dari
suatu bahan diantaranya adalah kelarutan bahan tersebut dalam air. Ada bahan
yang bersifat mudah larut dalam air disebut lipofobik/ hidrofilik dan ada yang
sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak disebut
lipofilik/hidrofobik. Bahan yang lipofilik akan dengan mudah terserap masuk ke
dalam sel suatu oganisme karena ada kesamaan sifat lingkungan dengan sel
sehingga dapat dengan mudah menembus lapisan lemak pada membran sel. Bahan yang
hidrofilik umumnya mempunyai peluang yang kecil untuk terbioakumulasi karena
mengalami kesulitan melewati membran sel. Pada sedimen sungai dan danau
terdapat bentuk asosiasi antara partikel organik-anorganik dengan organisme.
Polutan organik dapat diadsorbsi oleh partikel sedimen, sehingga membatasi
mobilitas polutan dan availibilitas terhadap organisme akuatik. Namun,
keberadaan polutan dalam sedimen memungkinkan terambilnya polutan tersebut oleh
organisme benthik tertentu, misalnya makroinvertebrata benthik (grazer), yang
menggunakan partikel sedimen (organik) sebagai sumber makanannya. Selain itu,
organisme benthik yang bersifat filter feeder (bivalvia), memungkinkan
berinteraksi langsung dengan polutan.
2. Penyimpanan
(Storage), yaitu penyimpanan sementara di jaringan tubuh atau organ.
Kadar bahan kimia ini akan terus bertambah di dalam tubuh organisme dan bila
kadarnya sampai melebihi kadar bahan tersebut di lingkungan (air atau udara)
maka proses bioakumulasi telah terjadi.
Faktor
yang sama seperti stabilitas kimia, potensial kimia, sifat kelarutan bahan juga
berpengaruh pada penyerapan di dalam tubuh organisme. Beberapa bahan kimia akan
dengan mudah berikatan dengan protein atau dapat juga terlarut dalam lemak.
Jika bahan kima yang masuk ke dalam tubuh hanya sedikit atau proses penyerapan
hanya bersifat sementara, bahan kimia tidak terikat kuat di dalam sel dan dapat
dieliminasi oleh tubuh. Walaupun demikian ada beberapa perkecualian untuk jenis
logam berat seperti merkuri (Hg), copper (Cu), cadmium (Cd), kobalt (Co) dan
timbal (Pb), walaupun bersifat hidrofilik tetapi mereka dapat terikat erat
dengan tempat-tempat tertentu dalam tubuh sehingga
3. Eliminasi,
dapat berupa pemecahan bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana, dapat
dilakukan dengan proses biologik disebut metabolisme .
Bioakumulasi
sebenarnya merupakan proses yang esensial dan normal untuk proses pertumbuhan
dan pemeliharaan tubuh bagi semua makhluk hidup. Tanpa proses ini, tubuh tidak
akan dapat menyimpan unsur-unsur yang diperlukan. Organisme melakukan
bioakumulasi nutrien-nutrien penting seperti vitamin A, K dan D, unsur mineral,
asam lemak esensial dan asam amino (ANONYM, 1993). Yang menjadi perhatian untuk
para ekotoksikologis adalah berapa kadar bioakumulasi bahan kimia yang
membahayakan tubuh. Ketika suatu bahan kimia masuk ke dalam tubuh dan
terdistribusi, maka bahan tersebut dapat diekskresikan, disimpan atau
dimetabolisme oleh tubuh tergantung konsentrasi dan potensial kimia dari bahan
tersebut. Pada umumnya bahan-bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh organisme
akan dipecah dan diekskresikan. Proses pemecahan bahan-bahan kimia secara
biologi disebut metabolisme. Kemampuan ini tergantung dari jenis organisme juga
tergantung pada karakteristik dari bahan kimianya. Bahan kimia yang lipofilik
akan lebih lambat dieliminasi daripada yang hidrofilik. Tetapi ada beberapa
perkecualian untuk insektisida diantaranya Pyretin yaitu insektisida
alami yang berasal dari tanaman chrysanthemum yang bersifat lipofilik
(mudah larut dalam lemak), tetapi dapat dengan mudah terdegradasi dan tidak
terakumulasi. Chloropyrifos, bersifat hidrofilik tetapi sulit
terdegradasi, dan cenderung untuk terakumulasi. Faktor lain yang mempengaruhi
bioakumulasi adalah lamanya terpapar bahan kimia tersebut. Jadi bioakumulasi
bervariasi pada setiap individu dan jenis biota tergantung ukuran, umur, laju
metabolisme dan laju ekskresinya.
Dalam mengungkap kasus kejahatan/pencemaran lingkungan,
toksikologi forensik digunakan untuk memahami perilaku pencemar, mengapa dapat bersifat
toksik terhadap biota dan manusia, dan sejauhmana risikonya, serta
mengidentifikasi sumber dan waktu pelepasan suatu bahan pencemar. Kemudian
dilakukan pengujian yang sistematik terhadap informasi lingkungan antara lain
untuk menentukan sumber pencemaran bahan kimia, waktu pelepasan ke lingkungan,
distibusi spatial suatu peristiwa pencemaran, hubungan paparan dengan dosis dan
respon/efek toksik. Serta mencakup semua aspek pencemaran dan kontaminasi baik
di udara, air, tanah dan biota.
Toksikologi forensik, adalah penerapan Toksikologi untuk
membantu investigasi medikolegal dalam kasus kematian, keracunan maupun
penggunaan obat-obatan. Dalam hal ini, toksikologi mencakup pula disiplin ilmu
lain seperti kimia analitik, farmakologi, biokimia dan kimia kedokteran. Yang menjadi
perhatian utama dalam toksikologi forensik bukanlah keluaran aspek hukum dari
investigasi secara toksikologi, namun mengenai teknologi dan teknik dalam
memperoleh serta menginterpretasi hasil seperti: pemahaman perilaku zat, sumber
penyebab keracunan/pencemaran, metode pengambilan sampel dan metode analisa,
interpretasi data terkait dengan gejala/efek atau dampak yang timbul serta
bukti-bukti lainnya yang tersedia.
Zat toksik dapat berada dalam bentuk fisik (seperti
radiasi), kimiawi (seperti arsen, sianida) maupun biologis (bisa ular). Juga
terdapat dalam beragam wujud (cair, padat, gas). Beberapa zat toksik mudah
diidentifikasi dari gejala yang ditimbulkannya, dan banyak zat toksik cenderung
menyamarkan diri.
Tabel 1. Contoh zat-zat toksik dan gejalanya.
Zat
Toksik
|
Gejala
|
Asam
(nitrat, hidroklorat, sulfat)
|
Luka bakar
pada kulit, mulut, hidung, membran
mukosa
|
Anilin
|
Kulit
muka dan leher menghitam (gelap)
|
Arsen
|
Diare
parah
|
Atropin
|
Pelebaran
pupil mata
|
Basa
(kalium, hidroksida)
|
Luka bakar
pada kulit, mulut, hidung, membran
mukosa
|
Asam
karbolat (atau fenol lainnya)
|
Bau
desinfektan
|
Karbon
monoksida
|
Kulit
berwarna merah terang
|
Sianida
|
Kematian
cepat, kulit memerah
|
Keracunan
makanan
|
Muntah,
nyeri perut
|
Senyawa
logam
|
Diare,
muntah, nyeri perut
|
Nikotin
|
Kejang
|
Asam
oksalat
|
Bau
bawang putih
|
Natrium
fluorida
|
Kejang
|
Striknin
|
Kejang,
muka dan leher menghitam (gelap)
|
Sulit untuk mengkategorisasi suatu bahan kimia sebagai
aman atau beracun. Tidak mudah untuk membedakan apakah suatu zat beracun atau
tidak. Prinsip kunci dalam toksikologi ialah hubungan dosis-respon/Efek.
Kontak zat toksik (paparan) terhadaporganisme/tubuh dapat melalui jalur
tertelan (ingesti), terhirup (inhalasi) atau terabsorpsi melalui kulit. Zat toksik
umumnya memasuki organisme/tubuh dalam dosis tunggal dan besar (akut), atau
dosis rendah namun terakumulasi hingga jangka waktu tertentu (kronis).
Gambar 2. Paparan zat toksik langsung dan tidak
langsung dilingkungan
Seperti halnya bioakumlasi
Logam berat timbal (Pb) dan seng (Zn) pada karang darah (Anadara granosa L. ) dan karang bakau (Polymesoda benganlensis L.) di Teluk Perairan Teluk Kendari.
Dimana
perkembangan wilayah pesisir Teluk Kendari cukup pesat dengan berbagai macam
aktivitas baik berupa jasa kelautan seperti pelabuhan untuk pelayaran dan
perikanan maupun kegiatan-kegiatan di sekitar pantai seperti pemukiman,
industri, usaha dan pertambakan. Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik
secara langsung terhadap kehidupan kerang darah (Anadara. granosa) dan kerang
bakau (Polymesoda bengalensis), maupun efeknya secara tidak langsung terhadap
kesehatan manusia.
Logam
berat yang terdapat di perairan Teluk Kendari dapat berasal dari limbah
domestik, industri perikanan, pertanian dan kegiatan transportasi laut serta
berasal dari aktifitas perkotaan lainnya yang semakin meningkat di sekitar
perairan tersebut. Logam berat yang ada dalam badan perairan akan mengalami
proses pengendapan dan terakumulasi dalam sedimen, kemudian terakumulasi dalam
tubuh biota laut yang ada dalam perairan (termasuk kerang yang bersifat sessil
dan sebagai bioindikator) baik melalui insang maupun melalui rantai makanan dan
akhirnya akan sampai pada manusia.
Setelah
dilakukan penelitian didapati hasil rata-rata kandungan logam Pb dan Zn dalam
air dan sedimen pada setiap titik pengambilan sampel diteluk Kendari dapat
dilihat pada tabel berikut :
Kadar Timbal (Pb) pada air
di titik pengambilan kerang darah (A. granosa) cenderung lebih tinggi
dibandingkan di titik pengambilan kerang bakau (P. bengalensis). Hal ini
kemungkinan disebabkan posisi/letak masing-masing lokasi dengan aktivitas
pembuangan limbah yang menghasilkan logam berat Timbal (Pb). Titik pengambilan
kerang darah berada lebih dekat dengan kegiatan yang bersumber dari
industri seperti industri perikanan (PT. Samudra Indonesia, PT Perken, PT
Jayanti group), pelabuhan (aktivitas bongkar muat barang dan arus transportasi
laut) serta PT Pertamina yang diduga banyak menghasilkan limbah mengandung
Timbal (Pb).
Berdasarkan Tabel 1, memperlihatkan bahwa
kandungan Timbal (Pb) dan Seng (Zn) dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan
dalam air. Tingginya kadar Pb dan Zn dalam sedimen dibandingkan dalam air
menunjukkan terjadinya akumulasi logam Pb dan Zn pada sedimen sehingga terjadi
penumpukan di dasar perairan. Sedangkan pada air laut, logam Pb dan Zn masih
bisa bergerak bebas akibat pengaruh arus, pasang surut dan gelombang sehingga
terjadinya pengenceran. Menurut Hutagalung (1991), logam berat mempunyai sifat
yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu
dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi
dibandingkan dalam air.
Pernyataan
ini serupa dengan yang dikemukakan oleh Harahap (1991) bahwa logam berat
memiliki sifat yang mudah mengikat dan mengendap di dasar perairan dan bersatu
dengan sedimen. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa seiring dengan berjalannya
waktu maka logam Pb dan Zn ini juga akan terakumulasi di dalam tubuh biota
(kerang) yang hidup dan mencari makan di dalamnya.
2.3.2. Biomagnifikasi
Bioakumulasi
mengacu pada bagaimana suatu polutan memasuki rantai makanan sedangkan
biomagnifikasi mengacu pada kecenderungan polutan untuk ter-konsentrasi dan
berpindah dari satu tingkat trofik ke tingkat berikutnya. Senyawa polutan
penyebab biomagnifikasi umumnya bersifat mobile (mudah berpindah), long-lived
(berumur panjang), larut lemak dan bersifat aktif secara biologis (MADER,
1996). Jika polutan berumur pendek maka polutan akan dipecah sebelum menjadi
berbahaya; jika polutan tidak mobile, maka polutan akan menetap di satu
tempat dan organisme yang terpengaruh hanya dalam kisaran geografi sempit; jika
polutan larut dalam air, maka polutan akan diekskresikan oleh organisme
sedangkan polutan yang larut dalam lemak akan dapat bertahan di tempat-tempat
penyimpanan lemak dalam waktu yang cukup lama (MADER, 1996). Keberadaan atau
lama waktu suatu polutan dalam suatu rantai makanan juga sangat tergantung dari
waktu paruh dan bio-availibilitas senyawa polutan tersebut dalam organisme.
Polutan lipofilik, misalnya PAHs, tidak menunjukkan keberadaan dalam
jangka waktu yang lama dan menyebabkan terjadinya biomagnifikasi, dalam suatu
rantai makanan (WALKER et at., 1996). Hal ini disebabkan waktu paruh
senyawa tersebut yang relatif singkat. Beberapa invertebrata pada tingkat
trofik yang rendah (misal Mytilus edulis), mempunyai kemampuan yang
rendah dalam melakukan metabolisme terhadap PAHs, sehingga PAHs terakumulasi
dalam kadar yang rendah (WALKER et ah, 1996).
Jika
bioakumulasi ini terus berlanjut maka dapat terjadi biomagnifikasi.
Biomagnifikasi melibatkan rantai makanan sebagai penghubungnya. Pada
biomagnifikasi, terlihat adanya peningkatan konsentrasi bahan kimia pada tiap
tingkatan trofik, jadi semakin tinggi tingkatan trofiknya akan diikuti
peningkatan kadar bahan kimia tersebut. Biomagnifikasi adalah kecenderungan
peningkatan kadar bahan kimia seiring peningkatan level trofik pada jaring atau
rantai makanan. Proses ini dimulai ketika produsen mengambil nutrien dari
lingkungan sekitar untuk disintesis menjadi molekul kompleks yang berguna untuk
proses biologis. Karena ketersediaan nutrien terbatas di lingkungan, tanaman
umumnya menggunakan energinya untuk memompa secara aktif nutrien masuk ke dalam
sel. Mereka kadang mengambil lebih dari yang dibutuhkan dan menyimpannya dalam
jaringan. Akhirnya konsentrasi nutrien di dalam jaringan tanaman akan lebih
tinggi daripada konsentrasi di lingkungan sekitar. Bahan-bahan kimia secara
kimia bersifat sama dengan beberapa nutrien anorganik, mereka akan ikut diserap
dan tersimpan di jaringan tubuh tanaman.
Mekanisme
kontaminasi pada ikan yaitu mulai dari insang kemudian menuju sampai pada kulit
ikan. Kontaminasi makanan atau partikel yang mengendap dalam air di serap dan
menuju sistem pencernaan pada ikan. Efek dari racun tersebut berubah ubah
menurut karakteristik dari masing-masing bahan yang terkontaminasi dan
terakumulasi dalam sistem jaringan. Bagaimanapun juga secara umum merusak organ
dan sistem.
Gambar 3. Ilustrasi dari biokonsentrasi dan
bioakumulasi
Langkah
pertama dari proses biomagnifikasi adalah ketika konsentrasi kontaminan yang
tersimpan pada tubuh tanaman (produsen) lebih tinggi daripada lingkungan
sekitar. Tahap kedua terjadi ketika produsen dimakan oleh konsumen. Artinya,
konsumen di atasnya akan mengkonsumsi sejumlah biomassa dari tingkat trofik di
bawahnya. Jika biomassa mengandung kontaminan maka kontaminan akan diambil oleh
konsumen. Padahal kontaminan dapat masuk tidak hanya yang diperoleh dari
produsen tetapi juga dapat berasal dari penyerapan oleh tubuh organisme itu
sendiri (ANONYM, 2003). Organisme pada tingkat trofik yang lebih tinggi,
misalnya ikan, mempunyai kemampuan untuk mendetoksifikasi senyawa tersebut
melalui mekanisme induksi enzim mono-oksigenase, sehingga kecenderungan
terjadinya bio-magnifikasi pada tingkat trofik yang lebih tinggi, menjadi lebih
kecil.
Gambar
4. Ilustrasi dari proses biomaknifikasi
Beberapa zat bahan pencemaran yang mudah
mempengaruhi dan merusak keseimbangan antara organisme dan ekosistem, antara
lain adalah :
·
Metals (Al, As, Cd, Co, Cu, Fe, Hg, Ni,
Pb, Se, Zn, etc.)
·
Pesticides (organophosphorus, etc.)
·
Halogenated compounds (chloral, brome,
aromaticm compounds, etc.);
·
Halomethanes (chloroform, bromoform)
·
Dioxins (TCDD, PCDD, HCDD, OCDD)
·
Furans (TCDF, PCDF, HCDF, OCDF)
·
Polychlorobiphenyls (PCB)
·
Polybromobiphenyls (PBBs)
·
Chlorophenols (PCP)
·
Chlorinated naphthalenes
(tetracloronaphthalen, etc.)
·
Polyaromatic Hydrocarbons (PAHs)
·
Nitrile compounds (acetonitrile,
glyconitrile, etc.)
·
N-Nitroso compounds (nitrosamines,
etc.).
Pada Industri mineral merupakan salah
satu kepentingan ekonomi di seluruh dunia, dimana di dalamnya termasuk usaha
pertambangan yang diharapkan berwawasan lingkungan sehingga dapat mengurangi
potensi terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Secara global, ekonomi
industri telah digunakan sebagai suatu sistem sumber daya terbuka melalui pemanfaatan
bahan baku mineral dan energi; dengan pembuangan limbah berdampak pencemaran
terhadap lingkungan. Tantangan yang dihadapi oleh komunitas global saat ini
adalah membuat ekonomi industri lebih mengarah kepada sistem tertutup dengan
sasaran: penghematan energi, mengurangi limbah, mencegah pencemaran, dan
mengurangi biaya (UNO, 1995). Dua unsur penting yang perlu diperhatikan adalah:
1. Industri harus mencakup eko-efisiensi dalam mewujudkan
pendekatan produksi lebih bersih; termasuk perolehan maksimum produk dari
minimal bahan baku, rancangan produksi, teknologi pengolahan dengan
meminimalisasi dampak lingkungan dan penanganan limbah untuk mencegah
pencemaran lingkungan.
2. Limbah industri harus dianggap sebagai bahan baku berharga
yang dapat diolah lebih lanjut atau dengan kata lain didaur ulang.
Tailing merupakan residu yang berasal dari sisa pengolahan bijih setelah
target mineral utama dipisahkan dan biasanya terdiri atas beraneka ukuran butir,
yaitu: fraksi berukuran pasir, lanau, dan lempung. Ketika tailing dibuang
dalam bentuk bubur, fraksi pasir cenderung mengendap di sekitar titik pembuangan
dan lumpur akan mengendap jauh dari titik pembuangan sebagai suspensi dalam
waktu lama.
Secara umum pembuangan tailing dilakukan
di lingkungan darat yaitu pada depresi topografi atau penampung buatan; sungai
atau danau, dan laut. Tailing sering mengandung konsentrasi mineral
berharga yang tidak memenuhi syarat untuk diambil pada saat ditambang, tetapi
disimpan untuk penggunaan di masa mendatang.
Dari mineral-mineral tersebut, sulfida
mempunyai sifat aktif secara kimiawi, dan apabila bersentuhan dengan udara akan
mengalami oksidasi sehingga membentuk garamgaram bersifat asam dan aliran asam
mengandung sejumlah logam beracun seperti As, Hg, Pb, dan Cd yang dapat
mencemari dan merusak lingkungan.
Arsen
(As)
Unsur ini merupakan salah satu hasil
sampingandari proses pengolahan bijih logam non-besi terutama emas, yang mempunyai
sifat sangat beracun dengan dampak merusak lingkungan Akibat merugikan dari
arsen bagi kesehatan manusia adalah apabila terkandung >100 ppb dalam air
minum; dengan gejala keracunan kronis berupa iritasi usus, kerusakan syaraf dan
sel, kelainan kulit atau melanoma serta kanker usus. Ini terjadi di
negara-negara yang memproduksi emas dan logam dasar di antaranya Afrika
selatan, Zimbabwe, India, Thailand, Cina, Filipina, dan Meksiko.
Merkuri
(Hg)
Mineralmineral yang mengandung merkuri
(Hg) adalah sinabar, metasinabarit, kalomel, terlinguait, eglestonit, montroidit,
dan merkuri murni. Merkuri (Hg) yang terbentuk sebagai fraksi halus, munsur
jejak, dan ion seharusnya diwaspadai apabila terakumulasi dalam jumlah
signifikan karena dapat berdampak merugikan bagi lingkungan hidup. Unsur mini
telah dikenal sebagai bahan bersifat racun mematikan apabila:
1.
Terdapat dengan kandungan
melebihi ambang batas dalam biji-bijian, binatang pemakan biji-bijian tersebut
dan tubuh ikan yang berada dalam air tercemar merkuri. Kasus penimbunan senyawa
merkuri oleh ikan karena binatang ini mengkonsumsi organisma planktonik
mengandung ion-ion merkuri dalam air tercemar tersebut. Ikan atau jenis makanan
apapun dengan kandungan > 0,5 ppm Hg harus dilarang dipasarkan dan termasuk
air dengan kandungan < 1 mg Hg/dm3.
2.
Berupa senyawa
metil-merkuri yang dihasilkan oleh proses metilasi dalam air sungai dan danau
berpH rendah, yang berlangsung berkesinambungan atau sewaktu-waktu. Senyawa ini
terbentuk karena melarutnya Hg2+ dari sedimen melalui pertukaran ion
pada lingkungan air berkonsentrasi tinggi ion hidrogen dan kemudian
meningkatnya sintesis metil-merkuri oleh mikro-organisma. Konsentrasi senyawa
tersebut dalam organisma aquatik beraneka ragam karena tergantung kegiatan
metabolisma dan rata-rata rentang hidup dari spesies organisma bersangkutan;
sementara pada tubuh ikan mencapai 60–90% karena daya serapnya yang tinggi.
Merkuri (Hg) organik dari jenis metil-merkuri dapat memasuki placenta
dan merusak janin pada wanita hamil, mengganggu saluran darah ke otak serta
menyebabkan kerusakan otak. Sejumlah bayi menderita kerusakan otak serius,
dipercaya dilahirkan oleh para ibu yang telah mengkonsumsi ikan tercemar merkuri.
Di Irak, Guatemala, dan Pakistan terjadi kematian ribuan penduduk karena
mengkonsumsi bijibijian yang telah tercemar metil-merkuri yang berasal dari
pembasmi hama serangga.
Timbal (Pb)
Pb dalam batuan berada pada struktur
silikat yang menggantikan unsur kalsium/Ca, dan baru dapatdiserap oleh tumbuhan
ketika Pb dalam mineral utama terpisah oleh proses pelapukan. Pb di dalam tanah
mempunyai kecenderungan terikat oleh bahan organik dan sering terkonsentrasi
pada bagian atas tanah karena menyatu dengan tumbuhan, dan kemudian terakumulasi
sebagai hasil pelapukan di dalam lapisan humus.
Mengacu kepada kejadian diatas, maka
dispersi unsur Pb dapat juga terjadi akibat pembuangan tailing dari
usaha pertambangan logam. Hal ini harus diwaspadai karena dapat mencemari
lingkungan dengan akibat timbulnya berbagai penyakit berbahaya atau bahkan
kematian. Dampak lebih jauh dari keracunan Pb adalah dapat menyebabkan
hipertensi dan salah satu faktor penyebab penyakit hati. Ketika unsur ini
mengikat kuat sejumlah molekul asam amino, haemoglobin, enzim, RNA, dan DNA;
maka akan mengganggu saluran metabolik dalam tubuh. Keracunan Pb dapat juga
mengakibatkan gangguan sintesis darah, hipertensi, hiperaktivitas, dan
kerusakan otak.
Kadmium
(Cd)
Kadmium merupakan hasil sampingan dari
pengolahan bijih logam seng (Zn), yang digunakan sebagai pengganti seng. Unsur
ini bersifat lentur, tahan terhadap tekanan, memiliki titik lebur rendah serta dapat
dimanfaatkan untuk pencampur logam lain seperti nikel, perak, tembaga, dan
besi.
Di Jepang telah terjadi keracunan oleh
Cd, yang menyebabkan penyakit lumbago yang berlanjut ke arah kerusakan tulang
dengan akibat melunak dan retaknya tulang (O’Neill, 1994). Organ tubuh yang menjadi
sasaran keracunan Cd adalah ginjal dan hati, apabila kandungan mencapai 200 μg
Cd/gram (berat basah) dalam cortex ginjal yang akan mengakibatkan kegagalan
ginjal dan berakhir pada kematian. Korban terutama terjadi pada wanita
pascamonopause yang kekurangan gizi, kekurangan vitamin D dan kalsium. Penimbunan
Cd dalam tubuh mengalami peningkatan sesuai usia yaitu paruh-umur dalam tubuh
pada kisaran 20 – 30 tahun.
Tabel
3. United Stated Enviromental Protection Agency (USEPA) untuk tingkat maksimum
contaminasi pada logam berat terhadap konsentrasi udara, air, dan minyak
Tabel 4. Rekomendasi pada makanan dan nutrisi (Dipublikasikan
oleh Natonal Academy of Science, Washington DC, USA)
Zat beracun akibat PBTs
(Presistence Bioacumulative Toxic Substance) ini memang sangat membahayakan
kesehatan manusia dan lingkungan dalam jangka panjang. Di Amerika utara,
manusia banyak dihadapkan banyaknya kontaminasi pada kondisi lingkungan yang
berbeda. Beberapa penelitian mengemukakan berbagai PBTs memiliki efek samping
pada kesehatan manusia. Termaksud ganguan sistem saraf , gangguan reproduksi
dan perkembangan, kanker dan dampak genetik.
Manusia, hewan dan
tumbuhan yang terkena PBTs melalui udara, air dan makan. Hewan yang terkena
biasanya melalui rantai makanan, seperti mamalia laut, burung pemangsa dan
jenis ikan tertentu. Seperti yang dijelaskan sebelumnya merkuri, Polychlorinated
biphenyls (PCB), Chlordane, dioxin dan DDT yang sering mencemari dan
terakumulasi dalam jaringan ikan pada konsentrasi yang tinggi. PBTs dapat
tinggal dalam sedimen selama bertahun tahun yang menjadi bahan makanan hewan tingkat rendah, kemudian
dimakan oleh hewan predator.
Gambar
5. Perubahan konsentrasi oleh PCBs melalui rantai makanan.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
:
Polutan sangat berbahaya bagi perubahan
fisik lingkungan maupun berdampak pada kesehatan manusia. Bahan pencemar yang bersifat
racun dapat terakumulasi dalam tubuh maupun jaringan organisme, melalui rantai
makanan akibat peningkatan konsentrasi. Biasa disebut dengan istilah
Bioakumulasi, biokonsentrasi dan biomagnifikasi. Dampak pada manusia bisa
berupa gangguan sistem saraf, ganguan reproduksi dan berdampak pada genetik. Oleh
karena itu, pemantauan konsentrasi polutan dalam lingkungan mutlak diperlukan
untuk dapat dilakukan antisipasi sejak dini.
Daftar Pustaka
Andriani, R. Usaha Pengendalian Pencemaran Lingkungan Akibat Penggunaan Pestisida Pertanian.
Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol 3, No. 1. Juli 2006 : 95-106.
Anonimous.
2005.Persistent bioaccumulative toxic
substances (PBTs)
are chemicals that do not degrade easily in the environment. PBTs typically
accumulate in fatty tissues and are slowly metabolized, often increasing in
concentration within the food chain. Certain PBTs have been linked to adverse
health effects in both humans
and animals.
Budiawan. 2008. Peran Toksikologi Forensik dalam mengungkapkan kasus keracunan dan
pencemaran Lingkungan. Journal of Legal and Forensic Sciences
2008;1(1):35-39
Duruibe et al. 2007. Heavy Metal Pollutan and Human Biotoxic
Effect. International Journal of Physical . Vol.2 (5), pp. 112-118, May,
2007.
Hadiyarto. A,Hendrarto.B, Amriani. 2011.
Bioakumulasi logam berat timbal (Pb) dan
seng (Zn) pada kerang darah (anadara
granosa l.) Dan kerang bakau (polymesoda
bengalensis l.) Di perairan teluk kendari. Jurnal Ilmu Lingkungan
Volume 9, issue 2:45-50(2011).http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmulingkungan/article/download/4067/pdf
Jason E. Hall .2002. Bioconcentration, Bioaccumulation, and
Biomagnification in Puget Sound Biota: Assessing the Ecological Risk of Chemical
Contaminants in Puget Sound. University of
Washington Tacoma, 1900 Commerce St., Tacoma, WA 98402.
Prepared June 6, 2002. courses.washington.
Herman. 2006. Tinjauan Terhadap tailling mengandung unsur pencemar Arsen (As), Merkuti
(Hg), Timbal (Pb), dan Kadium (Cd) dari sisa Pengolahan Bijih Logam. Jurnal
Geologi Indonesia, Vol. 1 No.1 Maret 2006:31-36.
Lasut, M.T. 2002. Environmental Management Of Coastal. Sam Ratulangi University.
Manado.
Nirola. Kapoor. Et al. 2012. Water Pollutions: Impact of pollutants and
new Promissing Tekniques in Purification Process. J Hum Ecol, 37(2):
103-109 (2012).
Puspitasari, R. 2007. Laju Polutan Dalam Ekosistem Laut.
Oseana Volume XXXII No 2 Tahun 2007:21-28 .
Yipel and Yarsan. 2013. The Important Terms of Marine Pollution
“Bomarkes, and Biomonitoring, Bioaccumulation, Bioconcentration,
Biomangnification”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar